Rabu, 16 Oktober 2019

Pengertian, rukun dan syarat , impementasi Wakalah dan Murabahah



A.    Wakalah
1.     Pengertian Wakalah
Perwakilan (wakalah) adalah al-wakalah atau al –wikalah. Menurut bahasa artinya al hifdz, al kifayah, dan al-tafwidh  (penyerahan, pendelegasian, dan pemberian mandat). al-wakalah atau al-wikalah menurut istilah para ulama berbeda-beda antara lain sebagai berikut:
a.      Malikiyah berpendapat bahwa al-wakalah ialah:
أَنْ يَنِيْبَ ( يُفِيْمَ )  شَخْصٌ غَيْرَهُ فِى حَقٌ لَهُ يَتَصَرَّ فُ فِيْهِ
Seseorang menggantikan (menempati) tempat yang lain dalam hak (kewajiban), dia yang mengelolapada posisi itu.
b.     Hanafiyah berpendapat bahwa al-wakalah ialah:
أَنْ يُفِيْمَ شَخْصٌ غَيْرَهُ مَقَا مَ نَفْسِهِ فى تَصَرُّفِ
Seseorang menempati diri orang lain dalam tasharruf (pengelolaan).
c.      Ulama syafi’iyyah berpendapat bahwa al wakalah ialah
عِبَا رَهٌ عَنْ اَنْ يُقَوَّ ضَ شَخْصٌ شَيْئًاالَى غَيْرِهِ لِىيَفْعَلَهُ حَالَ حَيَا تِهِ
Suatu ibadah seorang menyerahan sesuatu kepada yang lain untu dikerjakan ketika hidupnya.
d.     Al-hanabillah berpendapat bahwa al-wakalah ialah
permintaan ‘ ganti seseorang yang membolehkan tasharruf yang seimbang pada pihak yang lain, yang didalamnya terdapat penggantian dari hak-hak alllah dan hak-hak manusia.
e.      Menurut syayyid al-bakri ibnu al-arif billah al-sayyid muhammad syatha al-dhimyati al-wakalah ialah:
تَفْوِيْضُ شَخْصِ أمْرَهُ إِلَى اَخَرِهِ فِيْمَا يَقْبَلُ النَّيَابَةَ
Seseorang menyerahkan urusannya kepada yang lain yang didalamnya terdapat penggantian.
f.      Menurut imam taqy al-din abi bakr ibn muhammad al husaini bahwa al-wakalah ialah: 
تَفْوِيْضُ مَالَهُ فِعْلُهُ مِمَّا يَقْبَلُ النّيَا بَةَإلَى غَيْرِهِ لِيَحْفْظَهُ فِى حَيَا تِهِ
seseorang yang menyerahkan hartanya untuk dikelolanya yang ada penggantiannya kepada yang lain supaya menjaganya ketika hidupnya.
g.     Menurut hasbi ash-shiddiqie bahwa al-wakalah ialah:
عَقْدُتَعْوِيْض يُنِيْبُ فِيْهِ شَخْصٌ شَخْصًاأخَرَعَنْ نَفْسِهِ
akad penyerahan kekuasaan, pada akad itu seseorang menunjuk orang lain sebagai gantinya dalam bertindak.
h.     Menurut idris  ahmad al-wakalah ialah
seseorang yang menyerahkan suatu urusannya kepada orang lain yang dibolehkan oleh syara’ supaya yang diwakilkan dapat mengerjakan apa yang harus dilakukan dan berlaku selama yang mewakilkan masih hidup.
Berdasarkan definisi-definisi diatas, kiranya dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan al-wakalah ialah penyerahan  dari  seseorang kepaada orang lain untuk mengerjakan sesuatu, perwakilan berlaku selama yang mewakilkan masih hidup.[1]

2.     Dasar Hukum Al-Wakalah
Dasar hukum al-wakalah adalah firman Allah swt.
y(#þqèWyèö/$$sù Nà2yymr& öNä3Ï%ÍuqÎ/ ÿ¾ÍnÉ»yd n<Î) ÏpoYƒÏyJø9$#
Artinya: Maka suruhlah salah seorang diantara kamu pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini. (Q.S. Al Kahfi: 19)
(#qèWyèö/$$sù $VJs3ym ô`ÏiB ¾Ï&Î#÷dr& $VJs3ymur ô`ÏiB !$ygÎ=÷dr&
Artinya:   Maka kirimlah seorang utusan dari keluarga laki-laki dan hakam dari keluarga wanita. (Q.S. An-Nisa: 35)



Rasulullah saw bersabda:
عَنْ خَا بِر ر ض قَالَ أَرَدْتُ الُخُ وْجَ إِلَى خَيْبَرَفَاَ تَيْتُ النَّبِىَّ ص م فَقا لَ اِذَاأَ تَيْتَ وَكِيْلِى بِخَيْبَرَ فَخُذُمِنْهُ خَمْسَةَ عَشَروَ سْقً (رواه ابوداود)
Artinya:   Dari jabir r.a berkata: Aku keluar pergi ke khaibar, lalu aku datang kepada rasulullah saw. Maka beliau bersabda, bila engkau datang pada wakilku di khaibar, maka ambillah darinya 15 wasaq (riwayat abu dawud).

عَنْ خَا بِر ر ض أَنَّ النَّبِىّ ص م نَحَرَثَلاَثًا وَسِتَيْنِ وَأَمَرَعَلِيَّا رض أَنْ يَذْبَحَ الْبَا قِى (رواه مسلم)
Artinya:   Dari jabir bahwa nabi saw. Menyembelih kurban sebanyak 63 ekor hewan dan ali r.a disuruh menyembelih binatang kurban yang belum  disembelih (riwayat muslim).

3.     Rukun dan Syarat al-Wakalah:
Rukun dan syarat al-wakalah sebagai berikut:
a.      Orang  yang mewakilkan, syarat-syarat bagi orang yang mewakilkan ialah dia pemilik barang atau di bawah kekuasaannya dan dapat bertindak pada harta tersebut. Jika yang mewakilkan bukan pemilik atau pengampu, al wakalah tersebut batal. Anak kecil yang dapat membedakan baik dan buuk dapat  (boleh)  mewakilkan tindakan-tindakan yang bermanfaat mahdhah, seperti perwakilan untuk menerima hibah, sedekah, dan wasiat. Jika tindakan itu termasuk tindakan dharar mahdhah (berbahaya), seperti thalak, memberikan sedekah, enghibahkan, dan mewasiatkan, tindakan tersebut batal.
b.     Wakil (yang mewakili), syarat-syarat bagi yang mewakili ialah bahwa yang mewakili adalah orang yang berakal. Bila seorang wakil itu idiot, gila, atau belum dewasa, maka perwakilan batal. menurut hanafiyah anak kecil yang sydah dapat membedakan yang baik dan buruk sah untuk menjadi wakil, alasannya ialah bahwa amar bin sayyidah ummuh salah mengawinkan ibunya kepada rasulullah saw, saaat itu amar merupakan anak kecil yang masih belum baligh.
c.      Muwakkal fih (sesuatu yang diwakilkan), syarat-syarat sesuatu yang diwakilkan ialah:
1)     Menerima penggantian, maksudnya boleh diwakilkan pada orang lain untuk mengerjakannya, maka tidaklah sah mewakilkan untuk mengerjakan shalat,puasa,dan membaca ayat al-qu’ran, karena hal ini tidak bisa diwakilkan.
2)     Dimiliki oleh yng berwakil ketika ia berwakil itu, maka batal mewakilkan sesuatu yang akan dibeli.
3)     Diketahui dengan jelas, maka batal mewakilkan sesuatu yang masih samar, seperti seseorang berkata; aku jadikan engkau sebagai wakilku untuk mengawinkan salah seorang anakku.
d.     Shigat, yaitu lafadz mewakilkan, shighat diucapkan dari yang berwakil sebagai simbol keridhaannya untuk mewakilkan,dan wakil menerimanya.

4.     Implementasi Wakalah pada Lembaga Keuangan Syariah
Wakalah dalam aplikasi perbankan terjadi apabila nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti pembukuan L/C (Letter Of Credit Import Syariah & Letter Of Credit Eksport Syariah),Inkaso dan Transfer uang, Penitipan, Anjak Piutang (Factoring), Wali Amanat, Investasi Reksadana Syariah, Pembiayaan Rekening Koran Syariah, Asuransi Syariah. Bank dan nasabah yang dicantumkan dalam akad pemberian kuasa harus cakap hukum. Dalam pelaksanaannya di perbankan syariah akad Wakalah memiliki berbagai bentuk dalam pelayanan jasa perbankan yang dapat berbentuk sebagai berikut:
a.     Transfer
Jasa yang diberikan bank untuk mewakili nasabah dalam pemindahan dana dari satu rekening kepada rekening lainnya. Proses transfer uang ini adalah proses yang menggunakan konsep akad Wakalah, dimana prosesnya diawali dengan adanya permintaan nasabah sebagai Al-Muwakkil terhadap bank sebagai Al-Wakil untuk melakukan perintah/permintaan kepada bank untuk mentransfer sejumlah uang kepada rekening orang lain, kemudian bank mendebet rekening nasabah (Jika transfer dari rekening ke rekening), dan proses yang terakhir yaitu dimana bank mengkreditkan sejumlah dana kepada kepada rekening tujuan. Berikut adalah beberapa contoh proses dalam transfer uang ini:
1)  Wesel Pos, Pada proses wesel pos, uang tunai diberikan secara langsung dari Al-Muwakkil kepada Al-Wakil, dan Al-Wakil memberikan uangnya secara langsung kepada nasabah yang dituju. Berikut adalah proses pentransferan uang dalam Wesel Pos.
2)  Transfer uang melalui cabang suatu bank Dalam proses ini, Al-Muwakkil memberikan uangnya secara tunai kepada bank yang merupakan Al-Wakil, namun bank tidak memberikannya secara langsung kepada nasabah yang dikirim. Tetapi bank mengirimkannya kepada rekening nasabah yang dituju tersebut.
3)  Transfer melalui ATM, Pada proses ini transfer uang pendelegasian tidak secara langsung uangnya diberikan dari Al-Muwakkil kepada bank sebagai Al-Wakil. Dalam model ini, Nasabah Al-Muwakkil meminta bank untuk mendebet rekening tabungannya, dan kemudian meminta bank untuk menambahkan di rekening nasabah yang dituju sebesar pengurangan pada rekeningnya sendiri. Yang sangat sering terjadi saat ini adalah proses yang ketiga ini, dimana nasabah bisa melakukan transfer sendiri melalui mesin ATM.
b.     Collection (Inkaso)
Inkaso merupakan kegiatan jasa Bank untuk melakukan amanat dari pihak ke tiga berupa penagihan sejumlah uang kepada seseorang atau badan tertentu di kota lain yang telah ditunjuk oleh si pemberi amanat. Disini bank berlaku melakukan penagihan dan menerima pembayaran tagihan untuk kepentingan Nasabah.

c.     Penitipan
Yaitu akad pendelegasian pembelian barang, terjadi apabila seseorang menunjuk orang orang lain sebagi pengganti dirinya untuk membeli sejumlah barang dengan menyerahkan uang dengan harga penuh sesuai dengan harga barang yang akan dibeli dalam kontrak wadiah. Agen (wakil) membayar pihak ketiga dengan menggunakan titipan muwakkil untuk membeli barang. bank menitipkan sejumlah uang kegiatan penitipan barang bergerak, yang penatausahaannya dilakukan oleh Bank untuk kepentingan Nasabah berdasarkan suatu akad. sebagai contoh bank mewakilkan kepada nasabah (wakalah) untuk membeli barang, dengan menggunakan akad Wakalah dan akad Murabahah bisa dilakukan secara prinsip apabila barang yang sudah dibeli melalui Wakalah telah menjadi milik bank.

d.     Letter of Credit (L/C)
Letter of Credit (L/C) adalah surat pernyataan akan membayar kepada yang diterbitkan oleh Bank untuk kepentingan Importir/ Eksportir dengan pemenuhan persyaratan tertentu sesuai dengan prinsip syariah L/C syariah dalam pelaksanaannya dapat menggunakan akad-akad: Wakalah bil Ujrah, Qardh, Murabahah, Salam/Istishna‟, Mudharabah, Musyarakah, dan Hawalah, ijarah. Bagi L/C yang menggunakan akad Wakalah tugas, wewenang dan tanggung jawab bank harus jelas sesuai kehendak nasabah bank. Setiap tugas yang dilakukan harus mengatas namakan nasabah dan harus dilaksanakan oleh bank. Atas pelaksanaan tugasnya tersebut, bank mendapat pengganti biaya berdasarkan kesepakatan bersama. Pemberian kuasa berakhir setelah tugas dilaksanakan dan disetujui bersama antara nasabah dengan bank.
Secara umum, aplikasi al-wakalah dalam perbankan dapat digambarkan dalam skema berikut ini.[2]
Gambar. Skema Implementasi Wakalah

B.    Murabahah
1.     Pengertian Murabahah
Murabahah adalah istilah dalam fikih Islam yang berarti suatu bentuk jual beli tertentu ketika penjual menyatakan biaya perolehan barang, meliputi harga barang dan biaya-biaya lain yang dikeluarkan untuk memperoleh harga barang tersebut, dan tingkat keuntungan (margin) yang diinginkan.
Tingkat keuntungan ini bisa dalam bentuk lumpsum atau persentase tertentu dari biaya perolehan. Pembayaran bisa dilakukan secara spot (tunai) atau bisa dilakukan di kemudian hari yang disepakati bersama. Oleh karena itu, murabahah tidak dengan sendirinya mengandung konsep pembayaran tertunda (deferred payment), seperti yang secara umum dipahami oleh sebagian orang yang mengetahui murabahah hanya dalam hubungannya dengan transaksi pembiayaan di perbankan syariah, tetapi tidak memahami fikih Islam.[3]
Murabahah merupakan salah satu konsep Islam dalam melakukan perjanjian jual beli. Konsep ini telah banyak digunakan oleh bank-bank dan lembaga-lembaga keuangan Islam untuk pembiayaan modal kerja, dan pembiayaan perdagangan para nasabahnya.
Murabahah merupakan satu bentuk perjanjian jual beli yang harus tunduk pada kaidah dan hukum umum jual beli yang berlaku dalam muamalah Islamiyah.
Ibnu Qudamah dalam bukunya Mughni 4/280 mendefinisikan: Murabahah adalah menjual dengan harga asal ditambah dengan margin keuntungan yang disepakati.

2.     Dasar Hukum
a.     Al-Qur’an
Ayat-ayat Al-Qur’an yang dapat dijadikan rujukan dasar akad transaksi al-murabahah, adalah:
$ygƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãYtB#uä Ÿw (#þqè=à2ù's? Nä3s9ºuqøBr& Mà6oY÷t/ È@ÏÜ»t6ø9$$Î/ HwÎ) br& šcqä3s? ¸ot»pgÏB `tã <Ú#ts? öNä3ZÏiB 4....  
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.(Q.S. An-Nisaa’: 29)

.... 3 ¨@ymr&ur ª!$# yìøt7ø9$# tP§ymur (#4qt/Ìh9$# 4...  
Artinya: Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. (Q.S. Al-Baqarah: 275

b.     Sunnah
Hadis-hadis Rasul yang dapat dijadikan rujukan dasar akad transaksi al-Murabahah, adalah: 
“Dari Rafaah bin Rafie r.a bahwa Rasulullah saw. Pernah ditanya pekerjaan apakah yang paling mulia, Rasulullah saw. Menjawab: pekerjaan seseorang dengan tangannya dan setiap jual beli yang mabrur”. (HR. Albazzar, Imam Hakim mengkategorikannya shahih)”

“Dari Abu Said al-Hudriyyi bahwa Rasulullah saw. Bersabda: Sesungguhnya jual beli itu harus dilakukan secara suka sama suka”. (HR. Al-Baihaqi, Ibnu Majah dan shahih menurut Ibn Hibban)”.

“Pedagang yang jujur dan benar berada disyurga bersama para nabi, siddiqin dan syuhada”. (Imam Tirmizi berkata hadis ini hasan)

c.      Ijma
Menurut Ijma, umat islam telah berkosensus tentang keabsahan jual beli karena manusia sebagai anggota masyarakat selalu membutuhkan apa yang dihasilkan dan dimiliki orang lain. Oleh karena itu jual beli adalah salah satu jalan untuk mendapatkannya secara sah. Dengan demikian maka mudahlah bagi setiap individu untuk memenuhi kebutuhannya.[4]

3.     Rukun dan Syarat Murabahah
Rukun dari akad murabahah yang harus dipenuhi dalam transaksi ada beberapa, yaitu:
a.      Pelaku akad yaitu ba’I (penjual) adalah pihak yang memiliki barang untuk di jual dan musytari (pembeli) adalah pihak yang memerlukan dan akan membeli barang.
b.     Objek akad yaitu mabi’ (barang dagangan) dan tsaman (harga).
c.      Shighah yaitu ijab dan Kabul.
Murabahah pada awalnya merupakan konsep jual beli yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan pembiayaan. Namun demikian bentuk jual beli ini di gunakan oleh perbankan syariah dengan menambah konsep lain sehingga menjadi bentuk pembiayaan. Akan tetapi validitas transaksi seperti ini tergantung pada beberapa syarat yang benar-benar harus di perhatikan agar transaksi tersebut diterima secara syari’ah.
Dalam pembiayaan ini, bang sebagai pemilik dana membelikan barang sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan oleh nasabah yang membutuhkan pembiayaan, kemudian menjualnya kenasabah tersebut dengan penambahan keuntungan tetap. Sementara itu, nasabah akan mengembalikan utangnya di kemudian hari secara tunai maupun cicil.
Beberapa syarat pokok murabahah menurut Usmani antara lain sebagai berikut:
a.      Murabahah merupakan salah satu bentuk jual beli ketika penjual secara eksplisit menyatakan biaya perolehan barang yang akan di juanya  dan menjual kepada orang lain dengan menambahkan tingkat keuntungan yang diinginkan.
b.     Tingkat keuntungan dalam murabahah dapat ditentukan berdasarkan kesepakatan bersama dalam bentuk lumpsum atau persentase tertentu dari biaya.
c.      Semua biaya yang dikeluarkan penjual dalam rangka memperoleh barang, seperti biaya pengiriman,pajak dan sebagainya dimasukkan kedalam biaya perolehan untuk menentukan harga agregat dan margin keuntungan didasarkan pada harga agregat ini. Akan tetapi peneluaran yang timbul karena usaha, seperti gaji pegawai, sewa tempat usaha, dan sebagainya tidak dapat di masukkan kedalam harga untuk suatu transaksi. Margin keuntungan yang diminta itulah yang meng-cover peneluaran-pengeluaran tersebut.
d.     Murabahah dikatakan sah hanya ketika biaya biaya perolehan barang dapat ditentukan secara pasti. Jika biaya Murabahah dikatakan sah hanya ketika biaya biaya perolehan barang dapat ditentukan secara pasti. Jika biaya biaya tidak dapat di pastikan, barang atau komoditas tersebut tidak dapat dijual dengan prinsip murabahah.
Contoh (1): A membeli sepasang sepatu seharga Rp 100 ribu. A ingin menjual sepatu tersebut secara murabahah dengan margin 10 persen. harga sepatu dapat ditentukan secara pasti sehingga jual murabahah tersebut sah.
Contoh (2): A membeli jas dan sepatu dalam satu paket dengan harga Rp 500 ribu. A dapat menjual paket jas dan sepatu dengan prinsip murabahah., akan tetapi, A tidak dapat menjual sepatu secara terpisah dengan prinsip murabahah, karena harga sepatu secara terpisah tidak diketahui dengan pasti. A dapat menjual sepatu secara terpisah dengan harga limpsum tanpa berdasarkan pada harga perolehan dan margin keuntungan yang diinginkan.[5]

4.     Implementasi Murabahah di Lembaga Keuangan Syariah
Bank syariah dengan menggunakan fasilitas murabahah dapat membiayai nasabahnya untuk keperluan modal kerja atau pembiayaan perdagangan.
Murabahah adalah produk jual beli dengan harga asal ditambah dengan margin keuntungan yang telah disepakati. Produk ini memudahkan nasabah untuk mendapatkan barang yang dibutuhkannya dengan biaya yang relativ murah, yaitu dengan margin keuntungan yang telah disepakati. Produk ini sangat membantu nasabah yang membutuhkan barang dimana pada saat membutuhkan barang tersebut nasabah tidak memiliki uang tunai. Disini Bank Syariah dapat membantu dengan produk murabahah. Nasabah akan memenuhi kewajibannya pada saat tertentu yang telah disepakati bersama.[6]


a.     Tujuan Pembiayaan
1)    Bank dapat membiayai keperluan modal kerja nasabahnya untuk membeli
a)     bahan mentah
b)     bahan setengah jadi
c)     barang jadi
d)     setok dan persediaan
e)     suku cadang dan penggantian.
2)    Bank dapat pula membiayai penjualan barang atau jasa yang dilakukan oleh nasabahnya. Termasuk didalamnya biaya produksi barang, baik untuk pasar domestik maupun dieskpor. Pembiayaan akan meliputi:
a)     biaya bahan mentah
b)     tenaga kerja
c)     overhead cost
d)     margin keuntungan.
3)    Nasabah dapat pula meminta bank untuk membiayai stok dan persediaan mereka. Keperluan pembiayaan mereka di tentukan pada besarnya stok dan persediaannya. Pembiayaan juga meliputi biaya bahan mentah, tenaga kerja, dan overhead.
4)    Dalam hal dimana nasabah perlu untuk mengimpor bahan mentah, barang setengah jadi, suku cadang, dan penggantian dari luar negeri menggunakan letter of credit, bank dapat membiayai permintaan akan letter of credit tersebut dengan menggunakan prinsip murabahah.
5)    Nasabah yang telah mendapat kontrak, baik kontrak kerja maupun kontrak pemasukan barang, dapat pula meminta pembiayaan dari bank. Bank dapat membiayai keperluan ini dengan prinsip murabahah, dan untuk itu bank dapat meminta surat perintah kerja dari nasabah yang bersangkutan.

b.     Aspek Teknis
Dengan prinsip murabahah, bank syariah akan membeli barang/jasa, lalu menjualnya kepada nasabahnya dengan mengambil keuntungan. Bank memberikan waktu tangguh bayar keada nasabahnya selama 30 hari, 60 hari, 90 hari atau jangka waktu lain yang disepakati bersama.
1)     Outright Purchase
a)     Bank menunjuk nasabahnya sebagai agen pembelian barang dimaksud atas nama bank, dan bank membayar harga barang. Pembayaran harga beli hanya sah bila dilengkapi invoice, draft/bill, confirmed delivery order atau dokumen-dokumen sejenis. Bank harus memastikan bahwa
·        Draft tidak boleh kadaluarsa (Tidak boleh lebih dari 14 hari setelah akad disepakati).
·        Pembiayaan ganda (Double Financing) harus dihindari.
b)     Pihak bank syari’ah selanjutnya menjual barang ke nasabahnya beserta harga yang telah disepakati bersama, yaitu harga pembeliaan ditambah margin keuntungannya. Dengan pembayaran tangguh tempo 30 hari, 60 hari, 90 hari, atau jangka waktu lain yang disepakati bersama.
c)     Pada saat murobahah note jatuh tempo, nasabah membayar kepada bank dengan mendebit rekening koran di bank yang bersangkutan atau clearing ceck (Draft).
2)     Penjualan Barang Jasa
a)     Bank Syariah membiayai biaya pembuatan barang, dan selanjutnya menjual barang tersebut kepada nasabahnya pada harga yang telah disepakati bersama, yaitu biaya ditambah margin keuntungan bank.
b)     Pembayaran dilakukan dengan tangguh dalam tempo 30 hari, 60 hari, 90 hari atau jangka waktu yang disepakati bersama.
c)     Nasabah melunasi pembayaran kepada bank pada saat jatuh tempo.
3)     Impor Barang dan Pembelian Barang dengan Letter of Credit
a)     Nasabah memberitahukan Bank Syariah kebutuhan fasilitas Letter of creditnya dan meminta bank untuk membeli atau mengimpor barang dengan kesediaan nasabah untuk membeli barang di maksud dari bank ketika barang datang dengan prinsip Murabahah
b)     Bank melalui agennya (bank devisa tertunjuk) mengeluarkan letter of credit dan pembayarannya pada negotiating bank dengan uang bank.
c)     Selanjutnya Bank syariah menjual barang pada nasabahnya dengan harga yang telah disepakati, yaitu harga ditambah margin keuntungan dengan prinsip Murabahah. Pembayaran dilakukan dengan cara cicilan atau tangguh tempo.
d)     Pada saat jatuh tempo, nasabah membayar kepada bank.
e)     Selama harga jual belum dilunasi oleh nasabah, barang masih dijamin oleh bank.
4)     Pembiayaan Kontrak Murabahah
a)     Nasabah menyiapkan rincian biaya dari kontrak yang telah diberikan padanya, termasuk biaya bahan, tenaga kerja, dan biaya overhead.
b)     Bank syariah membeli kontrak dimaksud senilai biayanya dan mencarikan dana pembiayaan sesuai dangan prestasi penyelesaian kontrak.
c)     Bank dapat mengawasi atau menggunakan pihak ketiga, yaitu konsultan atau profesional untuk mengawasi pekerjaan nasabah dengan persetujuan nasabah.
d)     Pada saat selesainya kontrak, bank syariah menjual kepada nasabahnya pada harga yang disepakati bersama, yaitu harga beli ditambah margin keuntungan bank.
e)     Hasil pembayaran kontrak dibayarkan kepada bank dan digunakan untuk melunasi kepada bank. Jika ada kelebihan bank mengembalikan pada nasabah.
5)     Syarat pengajuan Permohonan
a)     Individu
·       Minimal berusia 21 tahun
·       Berakal sehat
·       Tidak dalam keadaan pailit
·       Mempunyai integritas pribadi yang baik.
b)     Perusahaan
Badan hukum yang tidak bertentangan dengan syariah Islam disukai bila pemohon mempunyai rekeing bank di Bank Syariah atau cabang-cabangnya.
6)     Marjin Pembiayaan
Bank dapat menyediakan pembiayaan sampai dengan 100%  berdasarkan biaya barang yang akan dibeli atau biaya kontrak yang  didapat nasabah.
7)     Penetapan harga
Harga jual pada nasabah adalah harga beli ditambah margin keuntungan bank. Margin keuntungan akan ditentukan bank dari waktu ke waktu. Harga jual dapat ditentukan oleh bank pada saat permohonan pembiayaan disetujui atau pada saat setiap kali mencairkan dana pembiayaan (untuk modal kerja secara revolving)
8)     Jangka Waktu Pengembalian
Waktu pengembalian setiap pembiayaan murabahah tiudak lebih kurang dari 30 hari dan tidak lebih dari 1 tahun. Waktu kurang dari 1 bulan dianggap 1 bulan.
9)     Cara Pengembalian
Pada saat jatuh tempo, nasabah memberikan wewenang kepada bank untuk mendebit kewajibannya dari rekening banknya.

10) Agunan
Selain dari anggunan barang yang dapat pembiayaan, bank jika merasa perlu dapat meminta anggunan atau garansi. Jenis dan nilainya akan ditentukan oleh bank pada saat menyetujui permohonan pembiayaan.[7]






[1]  Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), h. 231-232
[2] Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, (Jakarta: PT Gema Insani Press, 2001), h. 123
[3] Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, (Jakarta: Rajawali Press, 2013), h. 81-82
[4] Muhammad, Sistem & Prosedur Operasional Bank Syariah, (Yogyakarta: UII Press, 2000), h. 22-23
[5] Ascarya, Akad dan Produk, h. 82-84
[6] Muhammad, Bank Syari’ah Analisa Kekuasaan, Peluang, Kelemahan Dan Ancaman, (Yogjakarta: Ekonisia, 2004), h. 123.
[7] Muhammad, Sistem & Prosedur, h. 24-28

Pengertian, rukun dan syarat , impementasi Wakalah dan Murabahah

A.     Wakalah 1.      Pengertian Wakalah Perwakilan (wakalah) adalah al-wakalah atau al –wikalah. Menurut bahasa artinya al hifdz,...