A.
Wakalah
1.
Pengertian Wakalah
Perwakilan (wakalah) adalah al-wakalah
atau al –wikalah. Menurut bahasa artinya al hifdz, al kifayah, dan
al-tafwidh (penyerahan, pendelegasian,
dan pemberian mandat). al-wakalah atau al-wikalah menurut istilah para ulama
berbeda-beda antara lain sebagai berikut:
a. Malikiyah berpendapat bahwa al-wakalah
ialah:
أَنْ
يَنِيْبَ ( يُفِيْمَ ) شَخْصٌ غَيْرَهُ
فِى حَقٌ لَهُ يَتَصَرَّ فُ فِيْهِ
Seseorang menggantikan
(menempati) tempat yang lain dalam hak (kewajiban), dia yang mengelolapada
posisi itu.
b. Hanafiyah berpendapat bahwa al-wakalah
ialah:
أَنْ
يُفِيْمَ شَخْصٌ غَيْرَهُ مَقَا مَ نَفْسِهِ فى تَصَرُّفِ
Seseorang
menempati diri orang lain dalam tasharruf (pengelolaan).
c. Ulama syafi’iyyah berpendapat bahwa al
wakalah ialah
عِبَا
رَهٌ عَنْ اَنْ يُقَوَّ ضَ شَخْصٌ شَيْئًاالَى غَيْرِهِ لِىيَفْعَلَهُ حَالَ حَيَا
تِهِ
Suatu ibadah seorang
menyerahan sesuatu kepada yang lain untu dikerjakan ketika hidupnya.
d. Al-hanabillah berpendapat bahwa
al-wakalah ialah
permintaan ‘ ganti
seseorang yang membolehkan tasharruf yang seimbang pada pihak yang lain, yang
didalamnya terdapat penggantian dari hak-hak alllah dan hak-hak manusia.
e. Menurut syayyid al-bakri ibnu al-arif
billah al-sayyid muhammad syatha al-dhimyati al-wakalah ialah:
تَفْوِيْضُ
شَخْصِ أمْرَهُ إِلَى اَخَرِهِ فِيْمَا يَقْبَلُ النَّيَابَةَ
Seseorang menyerahkan
urusannya kepada yang lain yang didalamnya terdapat penggantian.
f. Menurut imam taqy al-din abi bakr ibn
muhammad al husaini bahwa al-wakalah ialah:
تَفْوِيْضُ
مَالَهُ فِعْلُهُ مِمَّا يَقْبَلُ النّيَا بَةَإلَى غَيْرِهِ لِيَحْفْظَهُ فِى
حَيَا تِهِ
seseorang yang
menyerahkan hartanya untuk dikelolanya yang ada penggantiannya kepada yang lain
supaya menjaganya ketika hidupnya.
g. Menurut hasbi ash-shiddiqie bahwa
al-wakalah ialah:
عَقْدُتَعْوِيْض
يُنِيْبُ فِيْهِ شَخْصٌ شَخْصًاأخَرَعَنْ نَفْسِهِ
akad penyerahan
kekuasaan, pada akad itu seseorang menunjuk orang lain sebagai gantinya dalam
bertindak.
h. Menurut idris ahmad al-wakalah ialah
seseorang yang
menyerahkan suatu urusannya kepada orang lain yang dibolehkan oleh syara’
supaya yang diwakilkan dapat mengerjakan apa yang harus dilakukan dan berlaku
selama yang mewakilkan masih hidup.
Berdasarkan definisi-definisi diatas,
kiranya dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan al-wakalah ialah
penyerahan dari seseorang kepaada orang lain untuk
mengerjakan sesuatu, perwakilan berlaku selama yang mewakilkan masih hidup.[1]
2.
Dasar Hukum Al-Wakalah
Dasar
hukum al-wakalah adalah firman Allah swt.
y(#þqèWyèö/$$sù Nà2yymr& öNä3Ï%ÍuqÎ/ ÿ¾ÍnÉ»yd n<Î) ÏpoYÏyJø9$#
Artinya: Maka suruhlah
salah seorang diantara kamu pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini. (Q.S.
Al Kahfi: 19)
(#qèWyèö/$$sù $VJs3ym ô`ÏiB ¾Ï&Î#÷dr& $VJs3ymur ô`ÏiB !$ygÎ=÷dr&
Artinya: Maka kirimlah seorang utusan dari keluarga
laki-laki dan hakam dari keluarga wanita. (Q.S. An-Nisa: 35)
Rasulullah
saw bersabda:
عَنْ خَا بِر ر ض قَالَ
أَرَدْتُ الُخُ وْجَ إِلَى خَيْبَرَفَاَ تَيْتُ النَّبِىَّ ص م فَقا لَ اِذَاأَ
تَيْتَ وَكِيْلِى بِخَيْبَرَ فَخُذُمِنْهُ خَمْسَةَ عَشَروَ سْقً (رواه ابوداود)
Artinya: Dari jabir r.a berkata: Aku keluar pergi ke
khaibar, lalu aku datang kepada rasulullah saw. Maka beliau bersabda, bila
engkau datang pada wakilku di khaibar, maka ambillah darinya 15 wasaq (riwayat
abu dawud).
عَنْ خَا بِر ر ض أَنَّ
النَّبِىّ ص م نَحَرَثَلاَثًا وَسِتَيْنِ وَأَمَرَعَلِيَّا رض أَنْ يَذْبَحَ
الْبَا قِى (رواه مسلم)
Artinya: Dari jabir bahwa nabi saw. Menyembelih
kurban sebanyak 63 ekor hewan dan ali r.a disuruh menyembelih binatang kurban
yang belum disembelih (riwayat muslim).
3.
Rukun dan Syarat al-Wakalah:
Rukun dan syarat al-wakalah sebagai
berikut:
a. Orang
yang mewakilkan, syarat-syarat bagi orang yang mewakilkan ialah dia
pemilik barang atau di bawah kekuasaannya dan dapat bertindak pada harta
tersebut. Jika yang mewakilkan bukan pemilik atau pengampu, al wakalah tersebut
batal. Anak kecil yang dapat membedakan baik dan buuk dapat (boleh)
mewakilkan tindakan-tindakan yang bermanfaat mahdhah, seperti perwakilan
untuk menerima hibah, sedekah, dan wasiat. Jika tindakan itu termasuk tindakan
dharar mahdhah (berbahaya), seperti thalak, memberikan sedekah, enghibahkan,
dan mewasiatkan, tindakan tersebut batal.
b. Wakil (yang mewakili), syarat-syarat
bagi yang mewakili ialah bahwa yang mewakili adalah orang yang berakal. Bila
seorang wakil itu idiot, gila, atau belum dewasa, maka perwakilan batal.
menurut hanafiyah anak kecil yang sydah dapat membedakan yang baik dan buruk
sah untuk menjadi wakil, alasannya ialah bahwa amar bin sayyidah ummuh salah
mengawinkan ibunya kepada rasulullah saw, saaat itu amar merupakan anak kecil
yang masih belum baligh.
c. Muwakkal fih (sesuatu yang diwakilkan),
syarat-syarat sesuatu yang diwakilkan ialah:
1) Menerima penggantian, maksudnya boleh
diwakilkan pada orang lain untuk mengerjakannya, maka tidaklah sah mewakilkan
untuk mengerjakan shalat,puasa,dan membaca ayat al-qu’ran, karena hal ini tidak
bisa diwakilkan.
2) Dimiliki oleh yng berwakil ketika ia
berwakil itu, maka batal mewakilkan sesuatu yang akan dibeli.
3) Diketahui dengan jelas, maka batal
mewakilkan sesuatu yang masih samar, seperti seseorang berkata; aku jadikan
engkau sebagai wakilku untuk mengawinkan salah seorang anakku.
d. Shigat, yaitu lafadz mewakilkan,
shighat diucapkan dari yang berwakil sebagai simbol keridhaannya untuk
mewakilkan,dan wakil menerimanya.
4.
Implementasi Wakalah pada Lembaga Keuangan Syariah
Wakalah dalam
aplikasi perbankan terjadi apabila nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk
mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti pembukuan L/C (Letter
Of Credit Import Syariah & Letter Of Credit Eksport Syariah),Inkaso dan
Transfer uang, Penitipan, Anjak Piutang (Factoring), Wali Amanat,
Investasi Reksadana Syariah, Pembiayaan Rekening Koran Syariah, Asuransi
Syariah. Bank dan nasabah yang dicantumkan dalam akad pemberian kuasa harus
cakap hukum. Dalam pelaksanaannya di perbankan syariah akad Wakalah memiliki
berbagai bentuk dalam pelayanan jasa perbankan yang dapat berbentuk sebagai
berikut:
a. Transfer
Jasa yang diberikan bank untuk mewakili
nasabah dalam pemindahan dana dari satu rekening kepada rekening lainnya.
Proses transfer uang ini adalah proses yang menggunakan konsep akad Wakalah,
dimana prosesnya diawali dengan adanya permintaan nasabah sebagai Al-Muwakkil
terhadap bank sebagai Al-Wakil untuk melakukan perintah/permintaan
kepada bank untuk mentransfer sejumlah uang kepada rekening orang lain,
kemudian bank mendebet rekening nasabah (Jika transfer dari rekening ke
rekening), dan proses yang terakhir yaitu dimana bank mengkreditkan sejumlah
dana kepada kepada rekening tujuan. Berikut adalah beberapa contoh proses dalam
transfer uang ini:
1) Wesel Pos, Pada proses wesel pos, uang
tunai diberikan secara langsung dari Al-Muwakkil kepada Al-Wakil,
dan Al-Wakil memberikan uangnya secara langsung kepada nasabah yang
dituju. Berikut adalah proses pentransferan uang dalam Wesel Pos.
2) Transfer uang melalui cabang suatu bank
Dalam proses ini, Al-Muwakkil memberikan uangnya secara tunai kepada
bank yang merupakan Al-Wakil, namun bank tidak memberikannya secara
langsung kepada nasabah yang dikirim. Tetapi bank mengirimkannya kepada
rekening nasabah yang dituju tersebut.
3) Transfer melalui ATM, Pada proses ini
transfer uang pendelegasian tidak secara langsung uangnya diberikan dari Al-Muwakkil
kepada bank sebagai Al-Wakil. Dalam model ini, Nasabah Al-Muwakkil
meminta bank untuk mendebet rekening tabungannya, dan kemudian meminta bank
untuk menambahkan di rekening nasabah yang dituju sebesar pengurangan pada
rekeningnya sendiri. Yang sangat sering terjadi saat ini adalah proses yang
ketiga ini, dimana nasabah bisa melakukan transfer sendiri melalui mesin ATM.
b. Collection (Inkaso)
Inkaso merupakan kegiatan jasa Bank
untuk melakukan amanat dari pihak ke tiga berupa penagihan sejumlah uang kepada
seseorang atau badan tertentu di kota lain yang telah ditunjuk oleh si pemberi
amanat. Disini bank berlaku melakukan penagihan dan menerima pembayaran tagihan
untuk kepentingan Nasabah.
c. Penitipan
Yaitu
akad pendelegasian pembelian barang, terjadi apabila seseorang menunjuk orang
orang lain sebagi pengganti dirinya untuk membeli sejumlah barang dengan
menyerahkan uang dengan harga penuh sesuai dengan harga barang yang akan dibeli
dalam kontrak wadiah. Agen (wakil) membayar pihak ketiga dengan menggunakan
titipan muwakkil untuk membeli barang. bank menitipkan sejumlah uang kegiatan
penitipan barang bergerak, yang penatausahaannya dilakukan oleh Bank untuk
kepentingan Nasabah berdasarkan suatu akad. sebagai
contoh bank mewakilkan kepada nasabah (wakalah) untuk membeli barang,
dengan menggunakan akad Wakalah dan akad Murabahah bisa dilakukan
secara prinsip apabila barang yang sudah dibeli melalui Wakalah telah
menjadi milik bank.
d. Letter
of Credit (L/C)
Letter of Credit (L/C)
adalah surat pernyataan akan membayar kepada yang diterbitkan oleh Bank untuk
kepentingan Importir/ Eksportir dengan pemenuhan persyaratan tertentu sesuai
dengan prinsip syariah L/C syariah dalam pelaksanaannya dapat menggunakan
akad-akad: Wakalah bil Ujrah, Qardh, Murabahah, Salam/Istishna‟, Mudharabah,
Musyarakah, dan Hawalah, ijarah. Bagi L/C yang menggunakan akad Wakalah tugas,
wewenang dan tanggung jawab bank harus jelas sesuai kehendak nasabah bank.
Setiap tugas yang dilakukan harus mengatas namakan nasabah dan harus
dilaksanakan oleh bank. Atas pelaksanaan tugasnya tersebut, bank mendapat
pengganti biaya berdasarkan kesepakatan bersama. Pemberian kuasa berakhir
setelah tugas dilaksanakan dan disetujui bersama antara nasabah dengan bank.
Secara umum, aplikasi al-wakalah dalam perbankan dapat
digambarkan dalam skema berikut ini.[2]

Gambar. Skema Implementasi Wakalah
B.
Murabahah
1.
Pengertian Murabahah
Murabahah adalah istilah dalam fikih Islam yang berarti suatu
bentuk jual beli tertentu ketika penjual menyatakan biaya perolehan barang,
meliputi harga barang dan biaya-biaya
lain yang dikeluarkan untuk memperoleh harga barang tersebut, dan tingkat keuntungan (margin) yang
diinginkan.
Tingkat keuntungan ini bisa dalam bentuk lumpsum atau
persentase tertentu dari biaya perolehan. Pembayaran bisa dilakukan secara spot
(tunai) atau bisa dilakukan di kemudian hari yang disepakati bersama. Oleh
karena itu, murabahah tidak dengan sendirinya mengandung konsep pembayaran
tertunda (deferred payment), seperti yang secara umum dipahami oleh sebagian
orang yang mengetahui murabahah hanya dalam hubungannya dengan transaksi
pembiayaan di perbankan syariah, tetapi tidak memahami fikih Islam.[3]
Murabahah merupakan salah satu konsep Islam dalam melakukan
perjanjian jual beli. Konsep ini telah banyak digunakan oleh bank-bank dan
lembaga-lembaga keuangan Islam untuk pembiayaan modal kerja, dan pembiayaan
perdagangan para nasabahnya.
Murabahah merupakan satu bentuk perjanjian jual beli yang
harus tunduk pada kaidah dan hukum umum jual beli yang berlaku dalam muamalah
Islamiyah.
Ibnu Qudamah dalam bukunya Mughni 4/280 mendefinisikan:
Murabahah adalah menjual dengan harga asal ditambah dengan margin keuntungan
yang disepakati.
2.
Dasar Hukum
a. Al-Qur’an
Ayat-ayat Al-Qur’an
yang dapat dijadikan rujukan dasar akad transaksi al-murabahah, adalah:
$ygr'¯»t úïÏ%©!$# (#qãYtB#uä w (#þqè=à2ù's? Nä3s9ºuqøBr& Mà6oY÷t/ È@ÏÜ»t6ø9$$Î/ HwÎ) br& cqä3s? ¸ot»pgÏB `tã <Ú#ts? öNä3ZÏiB 4....
Artinya: Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali
dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan
janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang
kepadamu.(Q.S. An-Nisaa’: 29)
.... 3 ¨@ymr&ur ª!$# yìøt7ø9$# tP§ymur (#4qt/Ìh9$# 4...
Artinya: Padahal Allah telah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. (Q.S. Al-Baqarah: 275
b. Sunnah
Hadis-hadis Rasul yang dapat dijadikan rujukan dasar akad
transaksi al-Murabahah, adalah:
“Dari Rafaah bin Rafie r.a bahwa Rasulullah
saw. Pernah ditanya pekerjaan apakah yang paling mulia, Rasulullah saw.
Menjawab: pekerjaan seseorang dengan tangannya dan setiap jual beli yang
mabrur”. (HR. Albazzar, Imam Hakim mengkategorikannya shahih)”
“Dari Abu Said al-Hudriyyi bahwa Rasulullah
saw. Bersabda: Sesungguhnya jual beli itu harus dilakukan secara suka sama
suka”. (HR. Al-Baihaqi, Ibnu Majah dan shahih menurut Ibn Hibban)”.
“Pedagang yang jujur dan benar berada
disyurga bersama para nabi, siddiqin dan syuhada”. (Imam Tirmizi berkata
hadis ini hasan)
c. Ijma
Menurut Ijma, umat islam telah berkosensus tentang keabsahan
jual beli karena manusia sebagai anggota masyarakat selalu membutuhkan apa yang
dihasilkan dan dimiliki orang lain. Oleh karena itu jual beli adalah salah satu
jalan untuk mendapatkannya secara sah. Dengan demikian maka mudahlah bagi
setiap individu untuk memenuhi kebutuhannya.[4]
3.
Rukun dan Syarat Murabahah
Rukun dari akad murabahah yang
harus dipenuhi dalam transaksi ada beberapa, yaitu:
a.
Pelaku akad yaitu ba’I (penjual) adalah
pihak yang memiliki barang untuk di jual dan musytari (pembeli) adalah pihak
yang memerlukan dan akan membeli barang.
b.
Objek
akad yaitu mabi’ (barang dagangan) dan tsaman (harga).
c.
Shighah
yaitu ijab dan Kabul.
Murabahah pada awalnya merupakan konsep jual beli yang sama
sekali tidak ada hubungannya dengan pembiayaan. Namun demikian bentuk jual beli
ini di gunakan oleh perbankan syariah dengan menambah konsep lain sehingga
menjadi bentuk pembiayaan. Akan tetapi validitas transaksi seperti ini
tergantung pada beberapa syarat yang benar-benar harus di perhatikan agar
transaksi tersebut diterima secara syari’ah.
Dalam
pembiayaan ini, bang sebagai pemilik dana membelikan barang sesuai dengan
spesifikasi yang diinginkan oleh nasabah yang membutuhkan pembiayaan, kemudian
menjualnya kenasabah tersebut dengan penambahan keuntungan tetap. Sementara itu, nasabah akan mengembalikan utangnya di
kemudian hari secara tunai maupun cicil.
Beberapa syarat pokok
murabahah menurut Usmani antara lain sebagai berikut:
a.
Murabahah merupakan salah satu bentuk jual beli ketika
penjual secara eksplisit menyatakan biaya perolehan barang yang akan di juanya
dan menjual kepada orang lain dengan menambahkan tingkat keuntungan yang
diinginkan.
b.
Tingkat
keuntungan dalam murabahah dapat ditentukan berdasarkan kesepakatan
bersama dalam bentuk lumpsum atau persentase tertentu dari biaya.
c.
Semua
biaya yang dikeluarkan penjual dalam rangka memperoleh barang, seperti biaya
pengiriman,pajak dan sebagainya dimasukkan kedalam biaya perolehan untuk
menentukan harga agregat dan margin keuntungan didasarkan pada harga agregat
ini. Akan tetapi peneluaran yang timbul karena usaha, seperti gaji pegawai,
sewa tempat usaha, dan sebagainya tidak dapat di masukkan kedalam harga untuk
suatu transaksi. Margin keuntungan yang diminta itulah yang meng-cover
peneluaran-pengeluaran tersebut.
d.
Murabahah dikatakan sah hanya ketika biaya biaya perolehan
barang dapat ditentukan secara pasti. Jika biaya Murabahah dikatakan sah hanya
ketika biaya biaya perolehan barang dapat ditentukan secara pasti. Jika biaya
biaya tidak dapat di pastikan, barang atau komoditas tersebut tidak dapat
dijual dengan prinsip
murabahah.
Contoh (1): A membeli sepasang sepatu seharga Rp 100
ribu. A ingin menjual sepatu tersebut secara murabahah dengan margin 10 persen.
harga sepatu dapat ditentukan secara pasti sehingga jual murabahah tersebut
sah.
Contoh (2): A membeli jas dan sepatu dalam satu paket
dengan harga Rp 500 ribu. A dapat menjual paket jas dan sepatu dengan prinsip
murabahah., akan tetapi, A tidak dapat menjual sepatu secara terpisah dengan
prinsip murabahah, karena harga sepatu secara terpisah tidak diketahui dengan
pasti. A dapat menjual sepatu secara terpisah dengan harga limpsum tanpa
berdasarkan pada harga perolehan dan margin keuntungan yang diinginkan.[5]
4.
Implementasi Murabahah di Lembaga Keuangan Syariah
Bank syariah dengan menggunakan fasilitas murabahah dapat
membiayai nasabahnya untuk keperluan modal kerja atau pembiayaan perdagangan.
Murabahah adalah produk jual beli dengan
harga asal ditambah dengan margin keuntungan yang telah disepakati. Produk ini
memudahkan nasabah untuk mendapatkan barang yang dibutuhkannya dengan biaya
yang relativ murah, yaitu dengan margin keuntungan yang telah disepakati.
Produk ini sangat membantu nasabah yang membutuhkan barang dimana pada saat
membutuhkan barang tersebut nasabah tidak memiliki uang tunai. Disini Bank
Syariah dapat membantu dengan produk murabahah. Nasabah akan memenuhi
kewajibannya pada saat tertentu yang telah disepakati bersama.[6]
a. Tujuan Pembiayaan
1)
Bank dapat membiayai keperluan modal kerja nasabahnya untuk membeli
a)
bahan mentah
b)
bahan setengah jadi
c)
barang jadi
d)
setok dan persediaan
e)
suku cadang dan penggantian.
2)
Bank dapat pula membiayai penjualan barang atau jasa yang dilakukan oleh
nasabahnya. Termasuk didalamnya biaya produksi barang, baik untuk pasar
domestik maupun dieskpor. Pembiayaan akan meliputi:
a)
biaya bahan mentah
b)
tenaga kerja
c)
overhead cost
d)
margin keuntungan.
3)
Nasabah dapat pula meminta bank untuk membiayai stok dan persediaan
mereka. Keperluan pembiayaan mereka di tentukan pada besarnya stok dan
persediaannya. Pembiayaan juga meliputi biaya bahan mentah, tenaga kerja, dan
overhead.
4)
Dalam hal dimana nasabah perlu untuk mengimpor bahan mentah, barang
setengah jadi, suku cadang, dan penggantian dari luar negeri menggunakan letter
of credit, bank dapat membiayai permintaan akan letter of credit tersebut
dengan menggunakan prinsip murabahah.
5)
Nasabah yang telah mendapat kontrak, baik kontrak kerja maupun kontrak
pemasukan barang, dapat pula meminta pembiayaan dari bank. Bank dapat membiayai
keperluan ini dengan prinsip murabahah, dan untuk itu bank dapat meminta surat
perintah kerja dari nasabah yang bersangkutan.
b. Aspek Teknis
Dengan prinsip murabahah, bank syariah akan membeli
barang/jasa, lalu menjualnya kepada nasabahnya dengan mengambil keuntungan.
Bank memberikan waktu tangguh bayar keada nasabahnya selama 30 hari, 60 hari,
90 hari atau jangka waktu lain yang disepakati bersama.
1)
Outright Purchase
a)
Bank menunjuk nasabahnya
sebagai agen pembelian barang dimaksud atas nama bank, dan bank membayar harga
barang. Pembayaran harga beli hanya sah bila dilengkapi invoice, draft/bill,
confirmed delivery order atau dokumen-dokumen sejenis. Bank harus memastikan
bahwa
·
Draft tidak boleh kadaluarsa (Tidak
boleh lebih dari 14 hari setelah akad disepakati).
·
Pembiayaan ganda (Double Financing)
harus dihindari.
b)
Pihak bank syari’ah selanjutnya menjual barang ke nasabahnya beserta harga
yang telah disepakati bersama, yaitu harga pembeliaan ditambah margin
keuntungannya. Dengan pembayaran tangguh tempo 30 hari, 60 hari, 90 hari, atau
jangka waktu lain yang disepakati bersama.
c)
Pada saat murobahah note jatuh
tempo, nasabah membayar kepada bank dengan mendebit rekening koran di bank yang
bersangkutan atau clearing ceck (Draft).
2)
Penjualan Barang Jasa
a)
Bank Syariah membiayai biaya pembuatan barang, dan selanjutnya menjual
barang tersebut kepada nasabahnya pada harga yang telah disepakati bersama,
yaitu biaya ditambah margin keuntungan bank.
b)
Pembayaran dilakukan dengan tangguh dalam tempo 30 hari, 60 hari, 90 hari
atau jangka waktu yang disepakati bersama.
c)
Nasabah melunasi pembayaran kepada bank pada saat jatuh tempo.
3)
Impor Barang dan Pembelian
Barang dengan Letter of Credit
a) Nasabah memberitahukan
Bank Syariah kebutuhan fasilitas Letter of creditnya dan meminta bank untuk
membeli atau mengimpor barang dengan kesediaan nasabah untuk membeli barang di
maksud dari bank ketika barang datang dengan prinsip Murabahah
b) Bank melalui agennya (bank
devisa tertunjuk) mengeluarkan letter of credit dan pembayarannya pada
negotiating bank dengan uang bank.
c) Selanjutnya Bank syariah
menjual barang pada nasabahnya dengan harga yang telah disepakati, yaitu harga
ditambah margin keuntungan dengan prinsip Murabahah. Pembayaran dilakukan
dengan cara cicilan atau tangguh tempo.
d) Pada saat jatuh tempo,
nasabah membayar kepada bank.
e) Selama harga jual belum
dilunasi oleh nasabah, barang masih dijamin oleh bank.
4)
Pembiayaan Kontrak
Murabahah
a) Nasabah menyiapkan rincian
biaya dari kontrak yang telah diberikan padanya, termasuk biaya bahan, tenaga
kerja, dan biaya overhead.
b) Bank syariah membeli
kontrak dimaksud senilai biayanya dan mencarikan dana pembiayaan sesuai dangan
prestasi penyelesaian kontrak.
c) Bank dapat mengawasi atau
menggunakan pihak ketiga, yaitu konsultan atau profesional untuk mengawasi
pekerjaan nasabah dengan persetujuan nasabah.
d) Pada saat selesainya
kontrak, bank syariah menjual kepada nasabahnya pada harga yang disepakati
bersama, yaitu harga beli ditambah margin keuntungan bank.
e) Hasil pembayaran kontrak
dibayarkan kepada bank dan digunakan untuk melunasi kepada bank. Jika ada
kelebihan bank mengembalikan pada nasabah.
5)
Syarat pengajuan Permohonan
a) Individu
· Minimal berusia 21 tahun
· Berakal sehat
· Tidak dalam keadaan pailit
· Mempunyai integritas
pribadi yang baik.
b) Perusahaan
Badan hukum yang tidak
bertentangan dengan syariah Islam disukai bila pemohon mempunyai rekeing bank
di Bank Syariah atau cabang-cabangnya.
6)
Marjin Pembiayaan
Bank dapat menyediakan
pembiayaan sampai dengan 100%
berdasarkan biaya barang yang akan dibeli atau biaya kontrak yang didapat nasabah.
7)
Penetapan harga
Harga jual pada nasabah
adalah harga beli ditambah margin keuntungan bank. Margin keuntungan akan ditentukan
bank dari waktu ke waktu. Harga jual dapat ditentukan oleh bank pada saat
permohonan pembiayaan disetujui atau pada saat setiap kali mencairkan dana
pembiayaan (untuk modal kerja secara revolving)
8)
Jangka Waktu Pengembalian
Waktu pengembalian setiap pembiayaan murabahah tiudak lebih
kurang dari 30 hari dan tidak lebih dari 1 tahun. Waktu kurang dari 1 bulan
dianggap 1 bulan.
9)
Cara Pengembalian
Pada saat jatuh tempo, nasabah memberikan wewenang kepada
bank untuk mendebit kewajibannya dari rekening banknya.
10) Agunan
Selain dari anggunan
barang yang dapat pembiayaan, bank jika merasa perlu dapat meminta anggunan
atau garansi. Jenis dan nilainya akan ditentukan oleh bank pada saat menyetujui
permohonan pembiayaan.[7]
[1] Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), h. 231-232
[2] Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, (Jakarta: PT Gema Insani Press,
2001), h. 123
[3] Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, (Jakarta:
Rajawali Press, 2013), h. 81-82
[4] Muhammad, Sistem & Prosedur Operasional Bank
Syariah, (Yogyakarta: UII Press, 2000), h. 22-23
[5] Ascarya, Akad dan Produk, h. 82-84
[6] Muhammad, Bank Syari’ah
Analisa Kekuasaan, Peluang, Kelemahan Dan Ancaman, (Yogjakarta: Ekonisia,
2004), h. 123.
[7] Muhammad, Sistem & Prosedur, h. 24-28
Tidak ada komentar:
Posting Komentar