Senin, 14 Oktober 2019

Makalah THAHARAH



BAB II
PEMBAHASAN
A.    PENGERTIAN THAHARAH
Thaharah artinya bersuci. Thaharah menurut syara’ ialah suci dari hadats dan najis. Suci dari hadats ialah dengan mengerjakan wudhu, mandi dan tayamum. Suci dari najis ialah menghilangkan najis yang ada dibadan, tempat dan pakaian.[1] Didalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata bersih memiliki beberapa makna, antara lain :
a.      Bebas dari kotoran
b.     Bening tidak keruh
c.      Tidak tercemar (terkena kotoran)
d.     Tidak bernoda (suci)
e.      Tidak dicampur dengan unsur atau zat lain (asli).[2]
Definisi lain thaharah menurut etimologi (bahasa) adalah bersih dan suci dari berbagai kotoran, baik lahiriyah seperti beberapa najis atau bahtiniyah seperti  ’aib (penyakit hati). Maka, Thaharah Batiniyah adalah menyucikan jiwa dari dampak-dampak dosa dan maksiat dengan taubat yang sungguh-sungguh dari setiap dosa dan maksiat, juga menyucikan hati dari noda-noda syirik, ragu, dengki, curang,sombong, takjub, riya’dan sum’ah, yaitu dengan keikhlasan, keyakinan, mencintai kebaikan, kelembutan, kejujuran, rendah hati dan mengharapkan  wajah Allah SWT. Dengan semua niat dan amal shalih. Sedangkan thaharah lahiriyah adalah bersuci dari kotoran dan hadats.



B.    DASAR HUKUM THAHARAH
Thaharah hukumya wajib berdasarkan al-Kitab al-Sunah. Allah Ta’ala berfirman, “Dan jika kau junub maka (bersucilah) mandilah.” (Al-Ma’idah: 6). “Dan pakaianmu bersihkanlah.” (Al-Muddatstsir : 4). Firman Allah SWT.
. إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِيْنَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِيْنَ
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” (Al-Baqarah:222).[3] Dalam sebuah hadis dijelaskan pula:
الطُّهُوْرُ شَطْرُ اْلإِيمْاَنِ
“Kesucian itu sebagian dari iman.”

C.    RUANG LINGKUP THAHARAH
Secara umum ruang lingkup thaharah ada dua; yakni membersihkan najis (istinja’) dan membersihkan hadas.
1.    Istinja’ (Membersihkan Najis)
Makna istinja’ yaitu menghilangkan najis kencing dan berak daripada tempat keluarnya dengan air atau batu, hingga bersih hilang najisnya. Dan yang laebih baik mula-mula dengan batu atau lainnya, kemudian dengan air. Adapun syarat istinja’ ialah menghilangkan rasanya, baunya, dan warnanya.
Sabda Rasulullah SAW., Beliau telah melalui dua buah kubur, ketika itu beliau bersabda:
“Kedua orang yang berada dalam kubur ini disiksa. Seorang disiksa karena mengadu-ngadu orang, dan yang seorang lagi karena tidak beristinja’ kencingnya”. (Sepakat ahli hadist).
“Apabila seseorang dari kamu beristinja’ drngan batu, hendaklah ganjil.” (Riwayat Bukhari dan Muslim).
Kandungan hadits diatas ialah tiga buah batu atau batu bersegi tiga. Batu yang dimaksud ialah benda yang keras, suci, dan kesat, seperti; kayu, tembikar,dsb. Sedangkan benda yang licin seperti; kaca, tidak sah untuk istinja’ karena tidak dapat menghilangkan najis. Beristinjak dengan batu sebelum kotoran itu kering dan kotoran tersebut tidak menyebar kemana-mana.
a.    Adab istinja
1)     Sunnat mendahulukan kaki kiri ketika akan masuk jamban,dan mendahulukan kaki kanan tatkala keluar, kemudian mengucapkan:
اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْخُبْثِ وَالْخَبَائِثِ .
“Ya Allah bawa aku berlindung dengan engkau dari kejahatan (kotoran) dan segala yang kotor.”
2)     Apabila akan masuk jamban sebaiknya pakai sepatu, terompah, atau sejenisnya, karena Rasulullah SAW. Apabila masuk jamban beliau memakai sepatu Rasulullah. (Riwayat baihaqi)
3)     Janganlah berkata-kata selama didalam jamban, kecuali do’a dikala masuk jamban, sebab apabila Rasulullah masuk jamban beliau mencabut cincin beliau yang berukir Muhammad Rasulullah. (Riwayat Ibnu Hibban)[4]
4)     Janganlah berkata-kata selama didalam jamban, kecuali apabila ada keperluan yang sangat penting yang tidak dapat ditangguhkan, sebab Rasulullah  SAW. melarang demikian. ( Riwayat Hakim)[5]
5)    Hendaklah jamban itu jauh dari orang sehingga bau kotoran tidak sampai kepadanya, supaya jangan mengganggu orang lain.
Hal ini didasarkan hadis dari Mughirah Ibn Syu’bah:
كُنْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي بَعْضِ أَسْفَارِهِ وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
 اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا ذَهَبَ إِلَى الْحَاجَةِ أَبْعَدَ
“Saya berpergian bersama Rasulullah SAW. Pada suatu perjalan. Maka apabila pergi untuk buang hajat ia menjauh (sampai tidak terlihat orang lain).”
6)     Buang air itu janganlah di tempat air genang, kecuali air genang itu seperti, tebab, sebab Rasulullah melarang kencing di air yang tenang. (Riwayat Mualim).
7)     Apabila akan membasuh tempat keluarnya sebaiknya dengan tangan kiri dan air hingga bersih.[6]
8)     Jangan buang air kecil (kencing) dilubang-lubang tanah karena kemungkinan ada binantang yang akan tersakiti dalam lubang itu.
9)    Jangan buang air kecil dan besar di tempat pemberhentian, karena mengganggu orang yang berhenti.

b.   Najis dan macam-macamnya
Najis adalah lawan kata dari thaharah, yaitu segala suatu yang kotor dan menjijikan dalam pandangan syara’.[7] Benda-benda najis diantaranya:
1)     Bangkai binatang darat yang berdarah selain mayat manusia. Adapun bangkai  binatang laut(ikan) dan bangkai binatang darat yang tidak berdarah ketika masih hidupny (belalang).
2)     Darah, segala macam darah darah itu najis, selain hati dan limpa. Dikecualikan juda darah yang tertinggal didalam daging binatang yang sudah disembelih, begitu juga adarah ikan. Kedua macam darah ini suci atau dimaafkan, artinya diperbolehkan/dihalalkan.
3)     Nanah, segala macam nanah itu najis, baik yang kental maupun yang cair, karena nanah itu merupakan darah yang busuk.
4)     Segala benda cair yang keluar dari dua pintu, seperti tinja, air kencing ataupun yang tidak biasa, seperti madzi, baik dari hewan yang halal ataupun tidak halal.
5)     Arak, setiap minuman keras yang memabukkan.
6)     Anjing dan babi.
7)    Bagian badan binatang yang diambil dari tubuhnya selagi hidup. Hukum bagian-bagian badan binatang yang diambil selagi hidup ialah seperti bangkainya. Maksudnya kalau bangkainya najis, maka yang dipotong itu juga najis, seperti babi atau kambing. Jika bangkainya suci, yang dipotong sewaktu hidupnya pun suci pula, seperti yang diambil dari iakan hidup. Dikecualiikan bulu hewan yang halal dimakan, hukumnya suci.[8]
Adapun macam-macam najis terbagi atas tiga bagian yaitu;
a)     Najis mughalladhah (berat), yaitu najis yang muncul dari binatang anjing dan babi atau dari keturunan keduanya. Cara menyucikannya yaitu rupa najis tersebut lebih dahulu dihilangkan, dan bersihkan dengan air sebanyak tujuh kali, kemudian campurkan tanah yang suci sekali.
“Cara mencuci bejana seseorang dari kamu, apabila dijilat anjing hendaklah dibasuh tujuh kali, salah satunya hendaklah dibasuh dengan tanah”. (Riwayat Muslim)[9]
b)     Najis mutawassithah (sedang), yaitu segala sesuatu yang keluar dari qubul dan dubur manusia dan binatang, kecuali air mani, barang cair yang memabukkan, susu hewan yang haram diminum, bangkai, juga tualang dan bulunya. Kecuali, bangkai-bangkai manusia dan ikan serta belalang. Najis mutawassithah dibagi menjadi dua:
1)     Najis ‘ainiyah ialah najis yang masih ada zat, warna, rasa, dan baunya, kecuali warna atau bau yang sangat sukar menghilangkannya, sifat ini dimaafkan. Cara mencuci najis ini hendaklah dengan menghilangkan zat, rasa, warna, dan baunya.
2)     Najis hukmiah, ialah najis yang kita yakini adanya, tetapi tidak nyata zat, bau, rasa, dan warnanya, seperti kencing yang sudah lama kering, sehingga sifat-sifatnya telah hilang. Cara mencuci najis ini cukup dengan mengalirkan air diatas benda yang yang kena itu.
3)     Najis mukhaffafah (ringan), yaitu najis air kencing anak kecil (bayi) laki-laki yang belum sampai dua tahun umurnya dan belum pernah makan sesuatu kecuali air susu ibunya. Mencuci benda yang kena najis ini sudah memadai dengan mempercikkan air pada benda itu, meskipun tidak mengalir. Adapun kencing anak perempuan yang belum makan apa-apa selain air sus ibunya, cara mencucinya hendaklah dibasuh sampai air mengalir diatas benda yang kena najis itu, dan hilang zat najis dan sifat-sifatnya, sebagaimana mencuci kencing orang dewasa.

2.       Membersihkan Hadats
Hadats terbagi menjadi dua yaitu : 
a.     Hadats besar
Yaitu cara mensucikannya dengan mandi besar atau kalau tidak ada air bisa dengan cara bertayamum, adapun bertayamum karena hadas besar/junub caranya adalah sama seperti bertayamum ketika wudhu tidak air "peringatan" dilarang tayamum karna hadas besar/junub dengan cara mengguling-gulingkan badan kita ke tanah.
Yang menyebabkan hadas besar yaitu ada lima :
1)     Hubungan kelamin yaitu bertemunya dua alat  kelamin laki-laki dan perempuan.
2)     Keluar Mani di sengaja atau tidak di sengaja (mimpi basah). 
3)     Haid atau datang bulan khusus untuk perempuan. Yaitu darah yang beradat keluar dari rahim perempuan yang sehat, lagi tidak ada suatu sebab, dan yang sampai umurnya sembilan tahun atau lebih.
4)     Melahirkan bagi perempuan.
5)     Nifas yaitu darah yang keluar dari rahim wanita sehabis melahirkan. 

b.     Hadats kecil
Hadas Kecil cara mensucikannya adalah dengan berwudlu. Atau tayamum (bersuci menggunakan debu dengan syarat-syarat tertentu).
Yang menyebabkan hadas kecil yaitu ada dua :
1)     Keluarnya sesuatu dari kubul atau lubang depan seperti Kencing dll.
2)     Keluarnya sesuatau dari dubur atau lubang belakang, seperti BAB, Kentut dll.[10]

D.    MACAM-MACAM THAHARAH
1.   Wudlu
  Wudlu secara etimologi (bahasa) adalah sebuah nama yang digunakan untuk membasuh sebagian anggota tubuh, baik dengan niat atau tidak. Juga memiliki arti terang, baik dan bersih. Adapun pengertian menurut terminologi (istilah) fuqoha adalah membasuh beberapa anggota badan tertentu dengan niat tertentu juga.[11]
a.     Fardlu wudlu
Fardlu atau rukun wudlu ada enam, bila gugur satu maka wudlunya tidak sah. Urutan wudlu tersebut sebagai berikut:
1)     Niat (perbuatan hati) yaitu kehendak sengaja melakukan pekerjaan atau amal karena tunduk kepada Allah Swt.
Niat wudlu :
  نويت الوضوء لرفعالحدث الاصغر لله تعالى
“Saya berniat wudlu untuk menghilangkan hadas kecil karena Allah SWT.”
Do’a sesudah wudlu :
اشهد ان لا الٰه الاّ الله وحده لا شريك له. و اشهد انّ محمّدا عبده ورسوله. اللهمّ
اجعلني من التّوّابين واجعلني منالمتطهّرين.

Artinya : “Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah yang Maha Esa, yang tida sekutu bagi-Nya, Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba-Nya dan utusan-Nya. Ya Allah jadikanlah aku termasuk dalam golongan orang-orang yang bertobat, dan jadikanlah aku termasuk dalam golongan orang-orang yang bersuci”.
2)     Membasuh muka. Batasnya ialah puncak kening sampai dagu dan pinggir telinga yang satu sampai pinggir telinga yang lain.
3)     Membasuh kedua tangan sampai dengan kedua siku.
4)     Menyapu/mengusap sebagian kepala.
5)     Membasuh kedua kaki sampai kedua mata kaki.
6)    Tertib (berurutan).[12]

b.     Syarat-syarat sahnya wudlu
Syarat-syarat sahnya wudlu dalam mazhab Syafi’i ada lima, yaitu:
1)     Islam, maka tidak sah wudlunya jika orang kafir.
2)     Tamyiz, yaitu minimal seorang anak yang sudah bisa diajak komunikasi, mengerti mana kanan dan kiri, juga bisa makan, minum dan beristinja sendiri.
3)     Suci dari haid dan nifas (bagi perempuan).
4)     Bersih anggota wudlunya dari segala sesuatu yang mampu menghalangi resapan air pada anggota tersebut, walaupun suci, seperti cat, lilin dsb.
5)     Pada anggota wudlunya tidak terdapat sesuatu yang mampu merubah air (jika wudlunya dicelupkan kedalam air), seperti tinta.
6)     Mengerti rukun-rukun (kefardluan) wudlu, maka jika seseorang ragu-ragu akan salah satu rukunnya wudlu atau meyakini salah satu fardlunya/rukunnya  itu sunnah, maka wudlunya tidak sah.
7)     Tidak meyakini salah satu dari rukun-rukun wudlu itu sunnah (tidak wajib).
8)     Airnya harus suci dan mensucikan.
9)     Wajib menghilangkan terlebih dahulu najis’aini yang menempel badan dan anggotanya.
10)  Airnya merata keseluruh anggota wudlu.
11)  Benar-benar wudlu karena hadats kecil, tapi kalau pun berwudlu untuk,ihtiyath (hati-hati), maka tetap sah.
12) Selalu mengkonsentrasikan niat saat sedang berwudlu,walau secara ekspilisit (tersirat), maka jika seseorang berwudlu saat membasuh muka, lantas ia mengganti niatnya dengan niat membersihkan muka, maka tidak sah.

c.     Sunnah-sunah wudlu
1)     Membaca Basmallah
Berdasarkan hadis berikut:
عَنْ أَنَسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَوَضَّئُوا بِسْمِ اللَّهِ
“Dari Abu Hurairah ia berkata: Rasulullah bersabda: “Setiap perbuatan baik yang tidak dimulai dengan membaca basmalah maka terputus”.
2)     Bersiwak dengan kayu/arok atau menggosok gigi
Berdasarkan hadis berikut:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ لَوْلَا أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي
لَأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ مَعَ كُلِّ وُضُوءٍ
“Dari Abu Hurairah, Bahwa Rasulullah saw telah bersabda: “Kalau aku tidak khawatir akan menyusahkan umatku, niscaya aku perintahkan kepada mereka bersiwak (menggosok gigi) ketika setiap berwudlu.”
3)    Membasuh kedua telapak tangan
Berdasarkan hadis berikut:
عَنْ حُمْرَانَ مَوْلَى عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ أَنَّهُ رَأَى عُثْمَانَ بْنَ عَفَّانَ دَعَا بِوَضُوءٍ فَأَفْرَغَ عَلَى يَدَيْهِ
 مِنْ إِنَائِهِ فَغَسَلَهُمَا ثَلَاثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ أَدْخَلَ يَمِينَهُ فِي الْوَضُوءِ ثُمَّ تَمَضْمَضَ وَاسْتَنْشَقَ وَاسْتَنْثَر
َ ثُمَّ غَسَلَ وَجْهَهُ ثَلَاثًا وَيَدَيْهِ إِلَى الْمِرْفَقَيْنِ ثَلَاثًا ثُمَّ مَسَحَ بِرَأْسِهِ ثُمَّ غَسَلَ كُلَّ رِجْلٍ ثَلَاثًا
ثُمَّ قَالَ رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَوَضَّأُ نَحْوَ وُضُوئِي هَذَا وَقَالَ مَنْ تَوَضَّأَ
 نَحْوَ وُضُوئِي هَذَا.       

“Dari Humran maula Utsman Ibnu ‘Affan, bahwasanya ia melihat Utsman telah minta air wudlu, kemudian ia menuangkan air atas  kedua tangannya,  lalu ia membasuh kedua telapak tangannya tiga kali, lalu memasukkan tangan kanannya ke dalam air wudlu, lalu berkumur dan mengisap air dan menyemburkannya, kemudian membasuh mukanya tiga kali, lalu membasuh kedua tangannya sampai siku tiga kali, kemudian mengusap kepalanya lalu membasuh kakinya tiga kali. Lalu ia berkata: “Aku melihat Rasulullah wudlu seperti wudluku ini”.
4)    Berkumur-kumur
Berdasarkan hadis Bukhari dan Muslim dari Humran:
                   ثُمَّ تَمَضْمَضَ وَاسْتَنْشَقَ وَاسْتَنْثَر
“Lalu berkumur dan mengisap air dan menyemburkannya,”.  
5)     Menghirup air kedalam hidung dan menyemprotkan.
6)    Membasauh atau mengusap tiga kali untuk setiap rukun atau sunah wudlu.
Firman Allah:
            َاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِق
“…Dan tanganmu sampai dengan siku”.(QS. Al-Maidah/5: 6)
Berdasarkan hadis Bukhari dari Humran:
                    ُمَّ غَسَلَ وَجْهَهُ ثَلَاثًا وَيَدَيْهِ إِلَى الْمِرْفَقَيْنِ ثَلَاثًا
“Kemudian  ia membasuh wajahnya tiga kali, lalu membasuh  kedua tangannya sampai siku tiga kali”.
Berdasarkan hadis Muslim dari Humran:                      
ثُمَّ غَسَلَ يَدَهُ الْيُمْنَى إِلَى الْمِرْفَقِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ غَسَلَ يَدَهُ الْيُسْرَى مِثْلَ ذَلِكَ

“Kemudian membasuh tangannya yang kanan sampai sikunya tiga kali dan yang kiri seperti demikian itu pula”.
7)     Mengusap seluruh kepala (rambut).
8)     Mengusap kedua telinga.
9)     Menyela-nyela jari-jari tangan dan kaki.
10) Berturut-turut dengan tanpa menyela dengan pekerjaan lain.
11) Mendahulukan yang kanan saat membasuh tangan dan kaki.
12) Melebihi dari batasan wajib dan membasuh.
13) Tidak boros dalam menggunakan air.
14) Menggosok-gosok anggota wudlu.
15) Menghadap kiblat.
16) Tidak meminta bantuan orang lain, kecuali jika udzur (terpaksa).
17) Melanggengkan niat mulai awal wudlu sampai akhir.
18) Berzikir dan berdo’a saat membasuh atau mengusap anggota wudlu.
19) Berdosa setah berwudlu.

d.     Hal-hal yang membatalkan wudlu
1)     Keluarnya sesuatu dari dalam qubul atau dubur
Semua Ulama telah sepakat bahwa sesuatu yang biasanya keluar dari kedua lubang (qubul dan  dubur), seperti air kencing dan kotoran manusia itu membatalakan wudlu, sebagaimana mereka pun telah sepakat bahwa segala sesuatu yang suci yang keluar dari selain kedua lubang diatas adalah tidak membatalkan wudlu, seperti keluarnya kotoran dari lubang hidung dan telinga.
2)     Hilangnya tamyiz (hilang kecerdasan dan fungsi akal)
Para ulama telah sepakat bahwa hilangnya tamyiz sesorang dan membatalkan wudlu, bila hilangnya tamyiz bukan karena tidur, seperti hilangnya akal karena gila atau tertutupnya akal sebab minuman atau minuman keras atau penyakit.
3)    Al-lams (menyentuh kulit)
Para fuqoha membagi al-lams menjadi dua yaitu:
a)     Menyentuh dengan sesama jenis, misalnya laki-laki dengan laki-laki, perempuan dengan perempuan.
b)     Menyentuh dengan lawan jenis. Dengan disertai syahwat /tidak disertai syahwat
Oleh sebab itu, jika terjadi bersentuhan kulit dengan sesama jenis dan tidak disertai dengan syahwat, maka para ulama telah sepakat hal ini tidak membatalkan wudlu kedua belah pihak ( yang menyentuh dan disentuh).
4)    Menyentuh Al-Farj
Al-Farj dalam istilah Ulama fiqih mencakup qubul dan dubur, baik laki-laki maupun perempuan. Para ulama telah sepakat bahwa menyentuh Al-Farj dengan adanya penghalang (kain) tidak membatalkan wudlu.
5)     Al-Qohqohah atau tertawa terbahak-bahak dalam shalat
Al-Qohqohah adalah tertawa dengan suara yang dapat didengar oleh orang disekitarnya
6)     Murtad,makan daging sapi dan memandikan jenazah
7)     Keluarnya darah dari anggota tubuh
8)     Ragu-ragu datangnya hadats setelah berwudlu
Yang dimaksud ragu-ragu disini adalah keraguan-keraguan dalam masalah wudlu secara mutlak, seperti ragu-ragu dalam hal sudah batal wudlunya atau belum; ragu-ragu dalam hal sudah berwudlu atau belum setelah yakin pernah batal wudlu sebelumnya.
9)     Kaifiyyah wudlu (tata cara berwudlu)[13]

2.       Mandi
Yang dimaksud dengan “mandi” disini ialah mengalirkan air keseluruh badan dengan niat.[14]
a.      Macam-macam mandi
Mandi dalam syariat Islam dibagi menjadi tiga, yaitu :
1)    Mandi wajib
Pengertian mandi wajib sendiri ialah cara untuk menghilangkan suatu  Hadast besar atau menyucikan diri dari Hadats besar yang terdapat didalam tubuh atau diri kita dengan acara membasuh atau mandi dengan air diseluruh tubuh dari mulai ujung rambut hingga ujing kaki. Mandi wajib disebut juga mandi besar, mandi junub, atau mandi janabat. Mandi wajib ini perintah yang dikerjakan. Jika perintah tersebut dipatuhi (dikerjakan), maka yang mengerjakannya mendapat pahala, jika tidak dikerjakan, maka ia berdosa.[15]
2)    Mandi sunnat
Mandi sunnat ialah anjuran, maksudnya jika dikerjakan dapat pahala, jika tidak dikerjakan tidak berdosa.
3)    Mandi mubah
Mandi mubah yaitu mandi yang boleh dikerjakan dan boleh pula ditingalkan. Kalau dikerjakan, tidak berpahala dan tidak pula berdosa. Dan jika ditinggalkan, tidak berpahala dan tidak pula berdosa.

b.     Sebab-sebab wajibnya mandi
1)   Jima’ (bersetubuh), bai keluar sperma atau tidak.
2)   Kelaur mani, sebab bermimpi atau sebab lain dengan disengaja atau tidak, dengan perbuatan sendiri atau bukan.
3)   Mati (meninggal) yang bukan mati syahid.
4)   Haidh (bagi yang perempuan).
5)   Nifas (bagi perempuan) yaitu, darah yang keluar dari kemaluan perempuan sesudah melahirkan anak.
6)     Wiladah (melahirkan).

c.      Fardu (rukun) mandi
1)     Niat. Orang yang junub hendaklah berniat (menyengaja) menghilangkan hadats junubnya, perempuan yang baru habis (selesai) haid atau nifas hendaklah berniat menghilangkan hadats kotorannya.
Berdasarkan hadis dari Umar Ibnu Khattab R.A  :
عن عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَلَى الْمِنْبَرِ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
 اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ

“Dari Umar Ibnu Khattab r.a. saat ia diatas mimbar, ia berkata:”Aku telah mendengar Rasulullah bersabda;“Sesungguhnya semua pekerjaan itu disertai dengan niyatnya”.
2)     Mengalirkan keseluruh badan.

d.     Sunnat-sunnat mandi
1)     Membaca “Bismillah” pada permulaan mandi.
2)     Berwudlu sebelum mandi.
3)     Menghadap qiblat.
4)     Menggosok-gosok seluruh badan dengan tangan.
5)     Menigakalikan membasuh sekalian anggota.
6)     Mendahulukan yang kanan daripada yang kiri.
7)     Berturut-turut.[16]
3.       Tayamum
       Tayamum  ialah mengusap muka dan dua belah tangan dengan debu yang suci[17]. Tayamum dimaksudkan untuk menghilangkan hadast besar maupun hadast kecil, karena dua hal :
1)     Karena sakit yang tidak boleh kena air, seperti demam sakit gatal pada kulit, dan penyakit lain yang jika kena air akan berbahaya atau bertambah parah.
2)    Karena sukar memperoleh air ketika akan shalat, misalnya berpergian dengan kendaraan atau musim kemarau panjang.
Untuk bertayamum debu yang suci dapat diperoleh dari mana saja seperti; tanah dari dinding atau dari tempat lain yang mudah dijamah. 
a.      Syarat-syarat tayamum
1)     Tidak ada air, dan sudah dicari lebih dahulu.
2)     Dalam keadaan sakit yang takut memakai air.
3)     Masuk waktu shalat.
4)     Dengan debu yang bersih.

b.     Fardlu (rukun) tayamum
1)     Niat.
Lafal niat tayamum:
                             .      نويت التّيمّم لاستبا حة الصّلاة فرضا لله تعالى
Artinya :” Aku niat bertayamum untuk dapat mengerjakan salat fardu karena Allah Ta’ala.”
Berdasarkan hadis dari Umar Ibnu Khattab r.a.:
عن عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَلَى الْمِنْبَرِ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
 وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ

“Dari Umar Ibnu Khattab r.a. saat ia diatas mimbar, ia berkata:”Aku telah mendengar Rasulullah bersabda; “Sesungguhnya semua pekerjaan itu disertai dengan niyatnya”.
2)     Memindahkan debu tanah kedua belah tangan serta meratakan.
3)     Menyapu muka (sebagaimana wudlu).
4)     Menyapu dua belah tangan sampai kedua siku.
5)     Tertib (beraturan).

c.      Sunnat tayamum
1)     Membaca “Basmallah”.
2)     Menghadap qiblat.
3)     Mendahulukan yang kanan atas sampai kiri.
4)     Menipiskan debu yang lekat ditapak tangan.
5)     Tertib (berturut-turut).

d.     Batalnya tayamum
1)     Segala apa yang membatalkan wudlu.
2)     Melihat air sebelum sembahyang (bagi orang yang dapat memakai ar).
3)     Keluar dari agama Islam.[18]


[1] Moh.Rifa’i, Risalah Tuntunan Sholat Lengkap, (Semarang: Karya Toha Putra), 2012, hlm. 13
[3] Abbas Arfan Fiqih Ibadah Praktis, (Malang: UIN-MALIKI PRESS(Anggota IKAPI), 2011, hlm. 7-8
[4] A. Munir dan Sudarso, Dasar-Dasar Agama Islam, (Jakarta: Rineka Cipta), 2001, hlm. 148-149
[5] Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam (Hukum Fiqih Islam), (Bandung: Sinar Baru Algensindo), 2013 hlm. 23
[6] A. Munir dan Drs. Sudarso, Dasar-Dasar Agama Islam, (Jakarta: Rineka Cipta,) 2001, hlm. 149
[7] Abbas Arfan,  Fiqih Ibadah Praktis,  (Malang: UIN-MALIKI PRESS), 2011, hlm. 11
[8] Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam (Hukum Fiqih Islam), (Bandung: Sinar Baru Algensindo), 2013, hlm. 16-20
[9] A. Munir dan Sudarso, Dasar-Dasar Agama Islam, (Jakarta: Rineka Cipta), 2001, hlm. 145-146
[11] Abbas Arfan, Fiqih Ibadah Praktis, (Malang: UIN-MALIKI PRESS), 2011,hlm. 15
[12] H. Sulaiman Rasjid Fiqih Islam,(Bandung:Penerbit Sinar Baru Algensindo), 2013, hlm 24-25
[13] H. Abbas Arfan Fiqih Ibadah Praktis, (Malang: UIN-MALIKI PRESS) , 2011, hlm. 17-33
[14] A. Munir dan Drs. Sudarso, Dasar-Dasar Agama Islam, (Jakarta: Rineka Cipta) , 2001, hlm. 159
[16] A. Munir dan. Sudarso, Dasar-Dasar Agama Islam, (Jakarta: Rineka Cipta), 2001, hlm. 160-161
[17] Moh. Rifai, Risalah Tuntunan Shalat Lengkap, (Semarang:KaryaToha Putra) ,2012, hlm.12
[18] Munir dan Sudarso, Dasar-Dasar Agama Islam, (Jakarta: Rineka Cipta) , 2001, hlm 166-167

1 komentar:

  1. ᐈ Online Casino site with bonus codes ➡️ Lucky Club
    A review of the best luckyclub.live online casino site with a great selection of games for you to play online on your mobile phone. See the real money prizes!

    BalasHapus

Pengertian, rukun dan syarat , impementasi Wakalah dan Murabahah

A.     Wakalah 1.      Pengertian Wakalah Perwakilan (wakalah) adalah al-wakalah atau al –wikalah. Menurut bahasa artinya al hifdz,...