BAB
II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN THAHARAH
Thaharah
artinya bersuci. Thaharah menurut syara’ ialah suci dari hadats dan najis. Suci
dari hadats ialah dengan mengerjakan wudhu, mandi dan tayamum. Suci dari najis
ialah menghilangkan najis yang ada dibadan, tempat dan pakaian.[1]
Didalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata bersih memiliki beberapa
makna, antara lain :
a. Bebas
dari kotoran
b. Bening
tidak keruh
c. Tidak
tercemar (terkena kotoran)
d. Tidak
bernoda (suci)
e. Tidak
dicampur dengan unsur atau zat lain (asli).[2]
Definisi lain thaharah menurut etimologi (bahasa) adalah bersih dan
suci dari berbagai kotoran, baik lahiriyah
seperti beberapa najis atau bahtiniyah
seperti ’aib (penyakit hati). Maka, Thaharah Batiniyah adalah menyucikan
jiwa dari dampak-dampak dosa dan maksiat dengan taubat yang sungguh-sungguh
dari setiap dosa dan maksiat, juga menyucikan hati dari noda-noda syirik, ragu,
dengki, curang,sombong, takjub, riya’dan sum’ah, yaitu dengan keikhlasan,
keyakinan, mencintai kebaikan, kelembutan, kejujuran, rendah hati dan
mengharapkan wajah Allah SWT. Dengan
semua niat dan amal shalih. Sedangkan thaharah
lahiriyah adalah bersuci dari kotoran dan hadats.
B.
DASAR
HUKUM THAHARAH
Thaharah
hukumya wajib berdasarkan al-Kitab al-Sunah. Allah Ta’ala berfirman, “Dan jika kau junub maka (bersucilah)
mandilah.” (Al-Ma’idah: 6). “Dan
pakaianmu bersihkanlah.” (Al-Muddatstsir : 4). Firman Allah SWT.
. إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِيْنَ وَيُحِبُّ
الْمُتَطَهِّرِيْنَ
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang
yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.”
(Al-Baqarah:222).[3]
Dalam sebuah hadis dijelaskan pula:
الطُّهُوْرُ شَطْرُ
اْلإِيمْاَنِ
“Kesucian itu sebagian dari iman.”
C.
RUANG
LINGKUP THAHARAH
Secara umum ruang lingkup thaharah ada dua; yakni
membersihkan najis (istinja’) dan membersihkan hadas.
1.
Istinja’ (Membersihkan Najis)
Makna
istinja’ yaitu menghilangkan najis
kencing dan berak daripada tempat keluarnya dengan air atau batu, hingga bersih
hilang najisnya. Dan yang laebih baik mula-mula dengan batu atau lainnya,
kemudian dengan air. Adapun syarat istinja’
ialah menghilangkan rasanya, baunya, dan warnanya.
Sabda Rasulullah
SAW., Beliau telah melalui dua buah kubur, ketika itu beliau bersabda:
“Kedua orang yang berada dalam
kubur ini disiksa. Seorang disiksa karena mengadu-ngadu orang, dan yang seorang
lagi karena tidak beristinja’ kencingnya”. (Sepakat ahli
hadist).
“Apabila seseorang dari kamu
beristinja’ drngan batu, hendaklah ganjil.” (Riwayat Bukhari
dan Muslim).
Kandungan hadits diatas ialah tiga buah batu atau
batu bersegi tiga. Batu yang dimaksud ialah benda yang keras, suci, dan kesat,
seperti; kayu, tembikar,dsb. Sedangkan benda yang licin seperti; kaca, tidak
sah untuk istinja’ karena tidak dapat menghilangkan najis. Beristinjak dengan
batu sebelum kotoran itu kering dan kotoran tersebut tidak menyebar
kemana-mana.
a.
Adab istinja
1)
Sunnat
mendahulukan kaki kiri ketika akan masuk jamban,dan mendahulukan kaki kanan
tatkala keluar, kemudian mengucapkan:
اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ
بِكَ مِنَ الْخُبْثِ وَالْخَبَائِثِ .
“Ya
Allah bawa aku berlindung dengan engkau dari kejahatan (kotoran) dan segala
yang kotor.”
2) Apabila
akan masuk jamban sebaiknya pakai sepatu, terompah, atau sejenisnya, karena Rasulullah
SAW. Apabila masuk jamban beliau memakai sepatu Rasulullah. (Riwayat baihaqi)
3) Janganlah
berkata-kata selama didalam jamban, kecuali do’a dikala masuk jamban, sebab
apabila Rasulullah masuk jamban beliau mencabut cincin beliau yang berukir Muhammad
Rasulullah. (Riwayat Ibnu Hibban)[4]
4) Janganlah
berkata-kata selama didalam jamban, kecuali apabila ada keperluan yang sangat
penting yang tidak dapat ditangguhkan, sebab Rasulullah SAW. melarang demikian. ( Riwayat Hakim)[5]
5) Hendaklah
jamban itu jauh dari orang sehingga bau kotoran tidak sampai kepadanya, supaya
jangan mengganggu orang lain.
Hal ini didasarkan hadis dari Mughirah
Ibn Syu’bah:
كُنْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فِي بَعْضِ أَسْفَارِهِ وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ إِذَا ذَهَبَ إِلَى الْحَاجَةِ أَبْعَدَ
“Saya
berpergian bersama Rasulullah SAW. Pada suatu perjalan. Maka apabila pergi
untuk buang hajat ia menjauh (sampai tidak terlihat orang lain).”
6) Buang
air itu janganlah di tempat air genang, kecuali air genang itu seperti, tebab,
sebab Rasulullah melarang kencing di air yang tenang. (Riwayat Mualim).
7) Apabila
akan membasuh tempat keluarnya sebaiknya dengan tangan kiri dan air hingga
bersih.[6]
8) Jangan
buang air kecil (kencing) dilubang-lubang tanah karena kemungkinan ada
binantang yang akan tersakiti dalam lubang itu.
9) Jangan
buang air kecil dan besar di tempat pemberhentian, karena mengganggu orang yang
berhenti.
b. Najis
dan macam-macamnya
Najis adalah lawan kata
dari thaharah, yaitu segala suatu
yang kotor dan menjijikan dalam pandangan syara’.[7]
Benda-benda najis diantaranya:
1) Bangkai
binatang darat yang berdarah selain mayat manusia. Adapun bangkai binatang laut(ikan) dan bangkai binatang
darat yang tidak berdarah ketika masih hidupny (belalang).
2) Darah,
segala macam darah darah itu najis, selain hati dan limpa. Dikecualikan juda
darah yang tertinggal didalam daging binatang yang sudah disembelih, begitu
juga adarah ikan. Kedua macam darah ini suci atau dimaafkan, artinya diperbolehkan/dihalalkan.
3) Nanah,
segala macam nanah itu najis, baik yang kental maupun yang cair, karena nanah
itu merupakan darah yang busuk.
4) Segala
benda cair yang keluar dari dua pintu, seperti tinja, air kencing ataupun yang
tidak biasa, seperti madzi, baik dari hewan yang halal ataupun tidak halal.
5) Arak,
setiap minuman keras yang memabukkan.
6) Anjing
dan babi.
7) Bagian
badan binatang yang diambil dari tubuhnya selagi hidup. Hukum bagian-bagian
badan binatang yang diambil selagi hidup ialah seperti bangkainya. Maksudnya
kalau bangkainya najis, maka yang dipotong itu juga najis, seperti babi atau
kambing. Jika bangkainya suci, yang dipotong sewaktu hidupnya pun suci pula,
seperti yang diambil dari iakan hidup. Dikecualiikan bulu hewan yang halal
dimakan, hukumnya suci.[8]
Adapun macam-macam najis terbagi
atas tiga bagian yaitu;
a) Najis
mughalladhah (berat), yaitu najis yang muncul dari binatang anjing dan babi
atau dari keturunan keduanya. Cara menyucikannya yaitu rupa najis tersebut
lebih dahulu dihilangkan, dan bersihkan dengan air sebanyak tujuh kali,
kemudian campurkan tanah yang suci sekali.
“Cara
mencuci bejana seseorang dari kamu, apabila dijilat anjing hendaklah dibasuh
tujuh kali, salah satunya hendaklah dibasuh dengan tanah”. (Riwayat
Muslim)[9]
b) Najis
mutawassithah (sedang), yaitu segala sesuatu yang keluar dari qubul dan dubur
manusia dan binatang, kecuali air mani, barang cair yang memabukkan, susu hewan
yang haram diminum, bangkai, juga tualang dan bulunya. Kecuali, bangkai-bangkai
manusia dan ikan serta belalang. Najis mutawassithah dibagi menjadi dua:
1) Najis
‘ainiyah ialah najis yang masih ada zat, warna, rasa, dan baunya, kecuali warna
atau bau yang sangat sukar menghilangkannya, sifat ini dimaafkan. Cara mencuci
najis ini hendaklah dengan menghilangkan zat, rasa, warna, dan baunya.
2) Najis
hukmiah, ialah najis yang kita yakini adanya, tetapi tidak nyata zat, bau,
rasa, dan warnanya, seperti kencing yang sudah lama kering, sehingga
sifat-sifatnya telah hilang. Cara mencuci najis ini cukup dengan mengalirkan
air diatas benda yang yang kena itu.
3) Najis
mukhaffafah (ringan), yaitu najis air kencing anak kecil (bayi) laki-laki yang
belum sampai dua tahun umurnya dan belum pernah makan sesuatu kecuali air susu
ibunya. Mencuci benda yang kena najis ini sudah memadai dengan mempercikkan air
pada benda itu, meskipun tidak mengalir. Adapun kencing anak perempuan yang
belum makan apa-apa selain air sus ibunya, cara mencucinya hendaklah dibasuh
sampai air mengalir diatas benda yang kena najis itu, dan hilang zat najis dan
sifat-sifatnya, sebagaimana mencuci kencing orang dewasa.
2. Membersihkan Hadats
Hadats terbagi menjadi dua yaitu :
a. Hadats besar
Yaitu cara mensucikannya dengan mandi besar atau kalau tidak ada air bisa
dengan cara bertayamum, adapun bertayamum karena hadas besar/junub caranya
adalah sama seperti bertayamum ketika wudhu tidak air "peringatan"
dilarang tayamum karna hadas besar/junub dengan cara mengguling-gulingkan badan
kita ke tanah.
Yang menyebabkan hadas besar
yaitu ada lima :
1)
Hubungan kelamin yaitu bertemunya
dua alat kelamin laki-laki dan perempuan.
2)
Keluar Mani di sengaja atau tidak di
sengaja (mimpi basah).
3)
Haid atau datang bulan khusus untuk
perempuan. Yaitu darah yang beradat keluar dari rahim perempuan yang sehat,
lagi tidak ada suatu sebab, dan yang sampai umurnya sembilan tahun atau lebih.
4)
Melahirkan bagi perempuan.
5)
Nifas yaitu darah yang keluar dari
rahim wanita sehabis melahirkan.
b. Hadats kecil
Hadas Kecil cara mensucikannya adalah dengan berwudlu. Atau tayamum
(bersuci menggunakan debu dengan syarat-syarat tertentu).
Yang menyebabkan hadas kecil yaitu ada dua :
1)
Keluarnya sesuatu dari kubul atau
lubang depan seperti Kencing dll.
2)
Keluarnya sesuatau dari dubur atau
lubang belakang, seperti BAB, Kentut dll.[10]
D.
MACAM-MACAM
THAHARAH
1. Wudlu
Wudlu secara etimologi (bahasa)
adalah sebuah nama yang digunakan untuk membasuh sebagian anggota tubuh, baik
dengan niat atau tidak. Juga memiliki arti terang, baik dan bersih. Adapun
pengertian menurut terminologi
(istilah) fuqoha adalah membasuh
beberapa anggota badan tertentu dengan niat tertentu juga.[11]
a. Fardlu
wudlu
Fardlu
atau rukun wudlu ada enam, bila gugur satu maka wudlunya tidak sah. Urutan
wudlu tersebut sebagai berikut:
1) Niat
(perbuatan hati) yaitu kehendak sengaja melakukan pekerjaan atau amal karena
tunduk kepada Allah Swt.
Niat wudlu :
نويت الوضوء لرفعالحدث الاصغر لله تعالى
“Saya berniat wudlu untuk
menghilangkan hadas kecil karena Allah SWT.”
Do’a
sesudah wudlu :
اشهد ان لا
الٰه الاّ الله وحده لا شريك له. و اشهد انّ محمّدا عبده ورسوله. اللهمّ
اجعلني من التّوّابين واجعلني منالمتطهّرين.
Artinya : “Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan
selain Allah yang Maha Esa, yang tida sekutu bagi-Nya, Dan aku bersaksi bahwa
Muhammad adalah hamba-Nya dan utusan-Nya. Ya Allah jadikanlah aku termasuk
dalam golongan orang-orang yang bertobat, dan jadikanlah aku termasuk dalam
golongan orang-orang yang bersuci”.
2) Membasuh
muka. Batasnya ialah puncak kening sampai dagu dan pinggir telinga yang satu
sampai pinggir telinga yang lain.
3) Membasuh
kedua tangan sampai dengan kedua siku.
4) Menyapu/mengusap
sebagian kepala.
5) Membasuh
kedua kaki sampai kedua mata kaki.
6) Tertib
(berurutan).[12]
b. Syarat-syarat
sahnya wudlu
Syarat-syarat
sahnya wudlu dalam mazhab Syafi’i ada lima, yaitu:
1) Islam,
maka tidak sah wudlunya jika orang kafir.
2) Tamyiz,
yaitu minimal seorang anak yang sudah bisa diajak komunikasi, mengerti mana
kanan dan kiri, juga bisa makan, minum dan beristinja sendiri.
3) Suci
dari haid dan nifas (bagi perempuan).
4) Bersih
anggota wudlunya dari segala sesuatu yang mampu menghalangi resapan air pada
anggota tersebut, walaupun suci, seperti cat, lilin dsb.
5) Pada
anggota wudlunya tidak terdapat sesuatu yang mampu merubah air (jika wudlunya
dicelupkan kedalam air), seperti tinta.
6) Mengerti
rukun-rukun (kefardluan) wudlu, maka jika seseorang ragu-ragu akan salah satu
rukunnya wudlu atau meyakini salah satu fardlunya/rukunnya itu sunnah, maka wudlunya tidak sah.
7) Tidak
meyakini salah satu dari rukun-rukun wudlu itu sunnah (tidak wajib).
8) Airnya
harus suci dan mensucikan.
9) Wajib
menghilangkan terlebih dahulu najis’aini
yang menempel badan dan anggotanya.
10) Airnya merata keseluruh anggota wudlu.
11) Benar-benar wudlu karena hadats kecil, tapi kalau pun berwudlu untuk,ihtiyath (hati-hati), maka tetap sah.
12) Selalu
mengkonsentrasikan niat saat sedang berwudlu,walau secara ekspilisit
(tersirat), maka jika seseorang berwudlu saat membasuh muka, lantas ia
mengganti niatnya dengan niat membersihkan muka, maka tidak sah.
c. Sunnah-sunah
wudlu
1) Membaca
Basmallah
Berdasarkan hadis berikut:
عَنْ أَنَسٍ قَالَ:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَوَضَّئُوا بِسْمِ
اللَّهِ
“Dari Abu Hurairah ia berkata: Rasulullah bersabda: “Setiap
perbuatan baik yang tidak dimulai dengan membaca basmalah maka terputus”.
2) Bersiwak
dengan kayu/arok atau menggosok gigi
Berdasarkan hadis berikut:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ لَوْلَا
أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي
لَأَمَرْتُهُمْ
بِالسِّوَاكِ مَعَ كُلِّ وُضُوءٍ
“Dari
Abu Hurairah, Bahwa Rasulullah saw telah bersabda: “Kalau aku tidak khawatir
akan menyusahkan umatku, niscaya aku perintahkan kepada mereka bersiwak
(menggosok gigi) ketika setiap berwudlu.”
3) Membasuh
kedua telapak tangan
Berdasarkan hadis berikut:
عَنْ حُمْرَانَ مَوْلَى عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ
أَنَّهُ رَأَى عُثْمَانَ بْنَ عَفَّانَ دَعَا بِوَضُوءٍ فَأَفْرَغَ عَلَى يَدَيْهِ
مِنْ
إِنَائِهِ فَغَسَلَهُمَا ثَلَاثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ أَدْخَلَ يَمِينَهُ فِي
الْوَضُوءِ ثُمَّ تَمَضْمَضَ وَاسْتَنْشَقَ وَاسْتَنْثَر
َ ثُمَّ غَسَلَ وَجْهَهُ ثَلَاثًا وَيَدَيْهِ إِلَى
الْمِرْفَقَيْنِ ثَلَاثًا ثُمَّ مَسَحَ بِرَأْسِهِ ثُمَّ غَسَلَ كُلَّ رِجْلٍ
ثَلَاثًا
ثُمَّ قَالَ رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَوَضَّأُ نَحْوَ وُضُوئِي هَذَا وَقَالَ مَنْ تَوَضَّأَ
نَحْوَ وُضُوئِي هَذَا.
“Dari Humran maula Utsman Ibnu ‘Affan, bahwasanya ia melihat
Utsman telah minta air wudlu, kemudian ia menuangkan air atas kedua tangannya, lalu ia membasuh kedua telapak tangannya tiga
kali, lalu memasukkan tangan kanannya ke dalam air wudlu, lalu berkumur dan
mengisap air dan menyemburkannya, kemudian membasuh mukanya tiga kali, lalu
membasuh kedua tangannya sampai siku tiga kali, kemudian mengusap kepalanya
lalu membasuh kakinya tiga kali. Lalu ia berkata: “Aku melihat Rasulullah wudlu
seperti wudluku ini”.
4) Berkumur-kumur
Berdasarkan
hadis Bukhari dan Muslim dari Humran:
ثُمَّ تَمَضْمَضَ
وَاسْتَنْشَقَ وَاسْتَنْثَر
“Lalu berkumur dan mengisap air dan
menyemburkannya,”.
5) Menghirup
air kedalam hidung dan menyemprotkan.
6) Membasauh
atau mengusap tiga kali untuk setiap rukun atau sunah wudlu.
Firman Allah:
َاغْسِلُوا
وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِق
“…Dan tanganmu
sampai dengan siku”.(QS. Al-Maidah/5: 6)
Berdasarkan hadis Bukhari dari Humran:
ُمَّ
غَسَلَ وَجْهَهُ ثَلَاثًا وَيَدَيْهِ إِلَى الْمِرْفَقَيْنِ ثَلَاثًا
“Kemudian ia membasuh
wajahnya tiga kali, lalu membasuh kedua
tangannya sampai siku tiga kali”.
Berdasarkan
hadis Muslim dari Humran:
ثُمَّ
غَسَلَ يَدَهُ الْيُمْنَى إِلَى الْمِرْفَقِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ غَسَلَ يَدَهُ
الْيُسْرَى مِثْلَ ذَلِكَ
“Kemudian membasuh tangannya yang kanan sampai sikunya tiga kali
dan yang kiri seperti demikian itu pula”.
7) Mengusap
seluruh kepala (rambut).
8) Mengusap
kedua telinga.
9) Menyela-nyela
jari-jari tangan dan kaki.
10) Berturut-turut
dengan tanpa menyela dengan pekerjaan lain.
11) Mendahulukan
yang kanan saat membasuh tangan dan kaki.
12) Melebihi
dari batasan wajib dan membasuh.
13) Tidak
boros dalam menggunakan air.
14) Menggosok-gosok
anggota wudlu.
15) Menghadap
kiblat.
16) Tidak
meminta bantuan orang lain, kecuali jika udzur (terpaksa).
17) Melanggengkan
niat mulai awal wudlu sampai akhir.
18) Berzikir
dan berdo’a saat membasuh atau mengusap anggota wudlu.
19) Berdosa
setah berwudlu.
d. Hal-hal
yang membatalkan wudlu
1) Keluarnya
sesuatu dari dalam qubul atau dubur
Semua
Ulama telah sepakat bahwa sesuatu yang biasanya keluar dari kedua lubang (qubul
dan dubur), seperti air kencing dan
kotoran manusia itu membatalakan wudlu, sebagaimana mereka pun telah sepakat
bahwa segala sesuatu yang suci yang keluar dari selain kedua lubang diatas
adalah tidak membatalkan wudlu, seperti keluarnya kotoran dari lubang hidung
dan telinga.
2) Hilangnya
tamyiz (hilang kecerdasan dan fungsi akal)
Para
ulama telah sepakat bahwa hilangnya tamyiz sesorang dan membatalkan wudlu, bila
hilangnya tamyiz bukan karena tidur, seperti hilangnya akal karena gila atau
tertutupnya akal sebab minuman atau minuman keras atau penyakit.
3) Al-lams
(menyentuh kulit)
Para fuqoha membagi
al-lams menjadi dua yaitu:
a) Menyentuh
dengan sesama jenis, misalnya laki-laki dengan laki-laki, perempuan dengan
perempuan.
b) Menyentuh
dengan lawan jenis. Dengan disertai syahwat /tidak disertai syahwat
Oleh sebab itu, jika terjadi bersentuhan kulit dengan
sesama jenis dan tidak disertai dengan syahwat, maka para ulama telah sepakat
hal ini tidak membatalkan wudlu kedua belah pihak ( yang menyentuh dan
disentuh).
4) Menyentuh
Al-Farj
Al-Farj
dalam istilah Ulama fiqih mencakup qubul dan dubur, baik laki-laki maupun
perempuan. Para ulama telah sepakat bahwa menyentuh Al-Farj dengan adanya
penghalang (kain) tidak membatalkan wudlu.
5) Al-Qohqohah
atau tertawa terbahak-bahak dalam shalat
Al-Qohqohah
adalah tertawa dengan suara yang dapat didengar oleh orang disekitarnya
6) Murtad,makan
daging sapi dan memandikan jenazah
7) Keluarnya
darah dari anggota tubuh
8) Ragu-ragu
datangnya hadats setelah berwudlu
Yang
dimaksud ragu-ragu disini adalah keraguan-keraguan dalam masalah wudlu secara
mutlak, seperti ragu-ragu dalam hal sudah batal wudlunya atau belum; ragu-ragu
dalam hal sudah berwudlu atau belum setelah yakin pernah batal wudlu
sebelumnya.
2.
Mandi
Yang dimaksud dengan “mandi” disini
ialah mengalirkan air keseluruh badan dengan niat.[14]
a. Macam-macam
mandi
Mandi dalam syariat
Islam dibagi menjadi tiga, yaitu :
1) Mandi
wajib
Pengertian
mandi wajib sendiri ialah cara untuk menghilangkan suatu Hadast besar
atau menyucikan diri dari Hadats besar
yang terdapat didalam tubuh atau diri kita dengan acara membasuh atau mandi dengan
air diseluruh tubuh dari mulai ujung rambut hingga ujing kaki. Mandi wajib
disebut juga mandi besar, mandi junub, atau mandi janabat. Mandi wajib ini
perintah yang dikerjakan. Jika perintah tersebut dipatuhi (dikerjakan), maka
yang mengerjakannya mendapat pahala, jika tidak dikerjakan, maka ia berdosa.[15]
2) Mandi
sunnat
Mandi
sunnat ialah anjuran, maksudnya jika dikerjakan dapat pahala, jika tidak
dikerjakan tidak berdosa.
3) Mandi
mubah
Mandi mubah yaitu mandi yang boleh
dikerjakan dan boleh pula ditingalkan. Kalau dikerjakan, tidak berpahala dan
tidak pula berdosa. Dan jika ditinggalkan, tidak berpahala dan tidak pula
berdosa.
b. Sebab-sebab
wajibnya mandi
1) Jima’
(bersetubuh), bai keluar sperma atau tidak.
2)
Kelaur mani,
sebab bermimpi atau sebab lain dengan disengaja atau tidak, dengan perbuatan
sendiri atau bukan.
3) Mati
(meninggal) yang bukan mati syahid.
4) Haidh
(bagi yang perempuan).
5)
Nifas (bagi
perempuan) yaitu, darah yang keluar dari kemaluan perempuan sesudah melahirkan
anak.
6) Wiladah
(melahirkan).
c. Fardu
(rukun) mandi
1) Niat.
Orang yang junub hendaklah berniat (menyengaja) menghilangkan hadats junubnya,
perempuan yang baru habis (selesai) haid atau nifas hendaklah berniat
menghilangkan hadats kotorannya.
Berdasarkan hadis dari Umar Ibnu
Khattab R.A :
عن عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَلَى
الْمِنْبَرِ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّمَا
الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ
“Dari
Umar Ibnu Khattab r.a. saat ia diatas mimbar, ia berkata:”Aku telah mendengar
Rasulullah bersabda;“Sesungguhnya semua pekerjaan itu disertai dengan
niyatnya”.
2) Mengalirkan
keseluruh badan.
d. Sunnat-sunnat
mandi
1) Membaca
“Bismillah” pada permulaan mandi.
2) Berwudlu
sebelum mandi.
3) Menghadap
qiblat.
4) Menggosok-gosok
seluruh badan dengan tangan.
5) Menigakalikan
membasuh sekalian anggota.
6) Mendahulukan
yang kanan daripada yang kiri.
7) Berturut-turut.[16]
3. Tayamum
Tayamum ialah mengusap
muka dan dua belah tangan dengan debu yang suci[17].
Tayamum dimaksudkan untuk menghilangkan hadast besar maupun hadast kecil,
karena dua hal :
1) Karena
sakit yang tidak boleh kena air, seperti demam sakit gatal pada kulit, dan
penyakit lain yang jika kena air akan berbahaya atau bertambah parah.
2) Karena
sukar memperoleh air ketika akan shalat, misalnya berpergian dengan kendaraan
atau musim kemarau panjang.
Untuk bertayamum debu yang suci dapat diperoleh dari
mana saja seperti; tanah dari dinding atau dari tempat lain yang mudah dijamah.
a. Syarat-syarat
tayamum
1) Tidak
ada air, dan sudah dicari lebih dahulu.
2) Dalam
keadaan sakit yang takut memakai air.
3) Masuk
waktu shalat.
4) Dengan
debu yang bersih.
b. Fardlu
(rukun) tayamum
1) Niat.
Lafal niat tayamum:
.
نويت التّيمّم لاستبا حة الصّلاة فرضا
لله تعالى
Artinya :” Aku
niat bertayamum untuk dapat mengerjakan salat fardu karena Allah Ta’ala.”
Berdasarkan
hadis dari Umar Ibnu Khattab r.a.:
عن عُمَرَ بْنَ
الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَلَى الْمِنْبَرِ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَقُولُ
إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ
“Dari
Umar Ibnu Khattab r.a. saat ia diatas mimbar, ia berkata:”Aku telah mendengar
Rasulullah bersabda; “Sesungguhnya semua pekerjaan itu disertai dengan
niyatnya”.
2) Memindahkan
debu tanah kedua belah tangan serta meratakan.
3) Menyapu
muka (sebagaimana wudlu).
4) Menyapu
dua belah tangan sampai kedua siku.
5) Tertib
(beraturan).
c. Sunnat
tayamum
1) Membaca
“Basmallah”.
2) Menghadap
qiblat.
3) Mendahulukan
yang kanan atas sampai kiri.
4) Menipiskan
debu yang lekat ditapak tangan.
5) Tertib
(berturut-turut).
d. Batalnya
tayamum
1) Segala
apa yang membatalkan wudlu.
2) Melihat
air sebelum sembahyang (bagi orang yang dapat memakai ar).
3) Keluar
dari agama Islam.[18]
[1] Moh.Rifa’i, Risalah Tuntunan Sholat Lengkap, (Semarang: Karya Toha Putra), 2012,
hlm. 13
[3]
Abbas Arfan Fiqih Ibadah Praktis, (Malang: UIN-MALIKI
PRESS(Anggota IKAPI), 2011, hlm. 7-8
[4] A. Munir dan Sudarso, Dasar-Dasar Agama Islam, (Jakarta:
Rineka Cipta), 2001, hlm. 148-149
[5] Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam (Hukum Fiqih Islam),
(Bandung: Sinar Baru Algensindo), 2013 hlm. 23
[6] A. Munir dan Drs. Sudarso, Dasar-Dasar Agama Islam, (Jakarta: Rineka
Cipta,) 2001, hlm. 149
[7] Abbas Arfan, Fiqih
Ibadah Praktis, (Malang: UIN-MALIKI
PRESS), 2011, hlm. 11
[8] Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam (Hukum Fiqih Islam),
(Bandung: Sinar Baru Algensindo), 2013, hlm. 16-20
[9] A. Munir dan Sudarso, Dasar-Dasar Agama Islam, (Jakarta:
Rineka Cipta), 2001, hlm. 145-146
[12] H. Sulaiman Rasjid Fiqih Islam,(Bandung:Penerbit Sinar Baru
Algensindo), 2013, hlm 24-25
[13] H. Abbas Arfan Fiqih Ibadah Praktis, (Malang:
UIN-MALIKI PRESS) , 2011, hlm. 17-33
[14] A. Munir dan Drs. Sudarso, Dasar-Dasar Agama Islam, (Jakarta:
Rineka Cipta) , 2001, hlm. 159
[16] A. Munir dan. Sudarso, Dasar-Dasar Agama Islam, (Jakarta:
Rineka Cipta), 2001, hlm. 160-161
[17] Moh. Rifai, Risalah Tuntunan Shalat Lengkap, (Semarang:KaryaToha Putra) ,2012,
hlm.12
[18] Munir dan Sudarso, Dasar-Dasar Agama Islam, (Jakarta:
Rineka Cipta) , 2001, hlm 166-167
ᐈ Online Casino site with bonus codes ➡️ Lucky Club
BalasHapusA review of the best luckyclub.live online casino site with a great selection of games for you to play online on your mobile phone. See the real money prizes!